Sunday, 11 January 2015

ILMU TERNAK UNGGAS DIGESTI DAN REPRODUKSI AYAM

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
            Daging dan telur ayam merupakan konsumsi sebagian masyarakat dari kalangan atas hingga kalangan bawah yang produksinya menopang kebutuhan pangan masyarakat sehari-hari. Ayam ras pedaging dan ras petelur yang biasa disebut ayam broiler dan layer adalah produsen dari pangan yang kaya kandungan gizi tersebut. Ayam broiler dan layer pada asal mulanya merupakan satu jenis ras ayam yang pada perkembangannya menghasilkan dua ras ayam tersebut. Pengembangan-pengembangan terus dilakukan dari masa ke masa untuk memaksimalkan produktivitas dari ayam agar kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi.
            Keunggulan dari ayam ras petelur adalah produksi telurnya yang tinggi melebihi ayam jenis lainnya. Manajemen pemeliharaan yang baik diperlukan dalam peternakan ayam petelur demi menghasilkan kualitas produk yang tinggi untuk menunjang keuntungan bagi peternak. Karakteristik ayam harus dipahami betul untuk menciptakan sinergitas dengan pengetahuan peternak agar nantinya tidak menimbulkan kerugian yang dapat berdampak negatif pada kesehatan ternak maupun peternak.
            Sistem digesti dan reproduksi unggas adalah pengetahuan yang perlu dipelajari untuk mengenal karakteristik ayam. Praktikum sistem digesti dan reproduksi unggas bertujuan untuk mengetahui data vital unggas agar baik buruknya karakteristik unggas dapat dipahami. Hal tersebut dapat menguntungkan karena semakin dini diketahui kelainan pada seekor ternak maka penanggulangannya akan semakin mudah untuk diatasi. Praktikum dilakukan dengan mengukur organ-organ sistem digesti dan reproduksi dan perbandingan dengan kisaran normal pada umumnya. Selain itu, keadaan dan fungsi organ-organ dalam juga dipelajari untuk mengukur kondisi kesehatan ternak tersebut.


TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIKUM
            Praktikum sistem digesti dan reproduksi bertujuan untuk mengetahui sistem digesti dan reproduksi pada ayam betina dan ayam jantan. Manfaat yang dapat diambil dari praktikum adalah praktikan dapat mengetahui sistem digesti dan reproduksi pada ayam, sehingga dapat mengerti cara memanajemen ternak ayam yang baik dan dapat menghasilkan produksi yang diharapkan.























MATERI DAN METODE

Materi
            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain pisau scapel, timbangan Camry, pita ukur 1,5 m merk Butterfly, gunting, stainless dan plastik bening.
            Bahan. Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah 2 ekor ayam layer berumur 72 minggu dengan berat 1662 gram dan ayam layer berumur 72 minggu dengan berat 1695 gram. Ayam yang digunakan telah disembelih tetapi belum dibedah.

Metode
            Ayam yang telah dipotong dibelah lalu dikeluarkan seluruh organ pencernaan dan reproduksinya (jangan sampai putus) kemudian diletakkan di atas plastik bening dan diatur secara utuh sebelum difoto. Organ yang telah tersusun diukur panjang perbagian, dipotong dan dikeluarkan kotorannya lalu ditimbang. Hasil pengukuran masing-masing organ dicatat di kertas kerja.












HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Digesti
            Hasil dari pengukuran organ pencernaan ayam adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pengukuran organ pencernaan ayam
Parameter
Ayam A
Ayam B
Panjang (cm)
Berat (gram)
Panjang (cm)
Berat (gram)
Oesophagus
20
18
18
7
Crop
5
8
5
13
Proventrikulus
7
11
5
9
Gizzard
8
72
6
30
Usus halus :




Duodenum
24
21
36
13
Jejenum
68
25
61
36
Ileum
49
21
31
18
Coecum
17
10
12
9
Usus besar
7,5
4
18
12
Kloaka
3
17
2
5

            Digesti merupakan proses pemecahan partikel pakan yang berukuran besar menjadi partikel yang lebih kecil yang terjadi di dalam organ-organ pencernaan, yaitu agar dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Pencernaan dapat dibagi menjadi pencernaan mekanik, kimiawi dan mikrobiologi. Sistem digesti pada ayam dimulai dari mulut, esophagus, crop, proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum, jejenum, ileum), coecum, usus besar dan kloaka.
Gambar 1. Sistem Digesti dan Reproduksi Ayam Betina
Mulut. Mulut unggas tidak mempunyai bibir, pipi, dan gigi tetapi mempunyai paruh sebagai gantinya, sehingga pakan yang telah berada di dalam mulut langsung ditelan masuk ke dalam tembolok yang merupakan perbesaran dari oesophagus (Suprijatna et al., 2005). Ayam tidak memiliki gigi, tetapi memiliki lidah yang kaku untuk menelan makanan. Mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase saliva serta bikarbonat yang digunakan untuk pemecahan bahan pakan dan untuk membasahi pakan agar mudah ditelan (Yuwanta, 2004).
Oesophagus. Oesophagus merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami pemekaran apabila ada bolus yang masuk. Oesophagus memanjang dari pharynx hingga proventrikulus melewati crop. Organ ini menghasilkan mucosa yang berfungsi membantu melicinkan pakan menuju tembolok (Yuwanta, 2004). Pakan yang telah masuk di dalam mulut langsung ditelan melewati oesophagus.
Gambar 2. Oesophagus ayam
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh panjang oesophagus untuk ayam A adalah 20 cm dan mempunyai berat 18 gram, sedangkan pada ayam B mempunyai panjang 18 cm dan berat 7 gram. Menurut Suprijatna et al. (2005), kisaran normal panjang oesophagus adalah 20 hingga 25 cm dan beratnya antara 5 hingga 7,5 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka panjang oesophagus ayam A dalam kisaran normal sedangkan panjang oesophagus ayam B berada dibawah kisaran normal. Berat oesophagus ayam A berada jauh diatas kisaran normal sedangkan berat oesophagus ayam B dalam kisaran normal. Hal ini dipengaruhi oleh pemberian pakan yang berbeda, penyakit, umur dan jenis unggas (Yuwanta, 2004).
Crop. Crop atau tembolok merupakan pelebaran oesophagus yang tidak terdapat pada non-ruminansia lain (Hartadi et al., 2008). Crop merupakan perbesaran dari oesophagus dan berfungsi sebagai kantong penyimpanan makanan dan dihaluskan selama proventrikulus beraktivitas. Crop dibantu oleh kelenjar saliva dalam menjalankan fungsinya (Blakely dan Bade, 1998). Kapasitas crop mampu menampung pakan hingga 250 gram. Crop mempunyai syaraf yang berhubungan dengan pusat kenyang lapar yang terdapat di hipotalamus. (Yuwanta, 2004).
Gambar 3. Crop ayam
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, ayam A memiliki crop dengan panjang 5 cm dan berat 8 gram, sedangkan ayam B mempunyai crop dengan panjang 5 cm dan berat 13 gram. Menurut Yuwanta (2000), kisaran normal panjang tembolok adalah antara 7 sampai 10 cm. Menurut Neill (1991), berat crop berkisar antara 8 gram sampai 12 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka panjang tembolok ayam A dan B berada dibawah kisaran normal. Berat crop ayam A berada dalam kisaran normal sedangkan berat crop ayam B berada sedikit diatas kisaran normal. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan pakan yang diberikan pada ayam, penyakit, umur, dan jenis unggas (Yuwanta, 2004).
Proventrikulus. Proventrikulus adalah suatu peleburan dari kerongkongan sebelum berhubungan dengan gizzard (empedal). Biasanya disebut glandula stomach atau true stomach, tempat gastric juice diproduksi. Enzim pepsin untuk membantu pencernaan protein dan hydrochloric acid disekresi oleh glandular cell. Pakan lewat terlalu cepat melalui proventrikulus sehingga tidak ada pencernaan material pakan disini, tetapi sekresi enzim mengalir ke dalam gizzard sehingga penyerapan dapat terjadi (Muljowati, 1999). Proventrikulus merupakan perut kelenjar atau succenturiate ventricle yang mengekskresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak (Yuwanta, 2008).
Gambar 4. Proventrikulus ayam
Hasil yang diperoleh dari praktikum untuk berat proventrikulus ayam A dan ayam B adalah 11 gram dan 9 gram  serta panjang proventrikulus ayam A dan B adalah 7 cm dan 5 cm. Proventrikulus memiliki pH 4 yang berarti bersifat asam dan memiliki dinding halus, panjangnya adalah 7 cm dengan berat 6 gram (Frandson, 1996). Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka berat proventrikulus ayam A dan B semuanya berada diatas kisaran normal. Panjang proventrikulus ayam A dalam keadaan normal sedangkan panjang proventrikulus ayam B berada dibawah kisaran normal. Menurut Yuwanta (2000), faktor yang mempengaruhi panjang proventrikulus adalah umur dan jenis unggas.
Gizzard. Empedal atau gizzard disebut juga perut muskular yang merupakan perpanjangan proventrikulus. Gizzard berfungsi melumatkan makanan dengan batuan kecil atau grit dan mencampurnya dengan air menjadi pasta yang disebut chymne. Coilin disekresikan pada empedal untuk melindungi permukaan empedal dari kerusakan yang mungkin disebabkan pakan atau zat lain yang tertelan (Yuwanta, 2004). Gizzard memiliki otot yang kuat dan permukaan yang tebal, berfungsi sebagai pemecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Fadilah et al., 2007).
Gambar 5. Gizzard ayam
Berdasarkan hasil praktikum gizzard ayam A memiliki panjang 8 cm dan berat 72 gram serta gizzard ayam B memiliki panjang 6 cm dan berat 30 gram. Kisaran panjang normal gizzard adalah 5 sampai 7,5 cm dengan berat 25 sampai 30 gram (Yuwanta, 2004). Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka panjang gizzard ayam A sedikit diatas kisaran normal sedangkan panjang gizzard ayam B dalam kisaran normal. Berat gizzard ayam A jauh diatas kisaran normal sedangkan berat gizzard ayam B masih dalam kisaran normal. Ukuran dan kekuatan empedal dipengaruhi oleh kebiasaan makan dari unggas (Yuwanta, 2004).
Usus halus.
Usus halus (small intestine) dinamakan juga intestinum tenue yang panjangnya mencapai 120 cm dan terbagi dalam 3 bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum (Yuwanta, 2004). Duodenum menyekresikan enzim sedangkan jejenum dan ileum menyerap sari-sari makanan. Dinding usus halus dilapisi oleh vili-vili (Yuwanta, 2000). Waktu yang dibutuhkan makanan untuk dicerna hingga usus halus adalah 4 jam. Menurut Banong dan Hakim (2011), selama 4 jam pemuasaan ayam maka akan didapatkan ayam dengan kondisi crop, proventrikulus dan gizzard yang kosong, namun dengan usus halus yang masih penuh sedangkan selama 2 jam pemuasaan akan diperoleh crop dengan makanan yang masih memenuhi bercampur dengan air minum.
Duodenum. Duodenum berfungsi untuk mensekresikan enzim enteropeptidase, sekretin dan pancreosimin (Swenson, 1997). Ductus pancreaticus pada duodenum berguna dalam pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein. Penyerapan sari-sari makanan terjadi dan hasilnya akan dibawa ke dalam darah (Suprijatna et al., 2005).
Gambar 6. Duodenum ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang dan berat duodenum ayam A sebesar 24 cm dan 21 gram serta panjang dan berat duodenum ayam B sebesar 36 cm dan 13 gram. Menurut Yuwanta (2004), panjang duodenum mencapai 24 cm. Menurut Djunaidi et al. (2009), berat duodenum berkisar antara 10,72 hingga 15,2 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka panjang duodenum ayam A dalam keadaan normal sedangkan panjang duodenum ayam B berada diatas kisaran normal. Berat duodenum ayam A dan B berada jauh diatas kisaran normal. Menurut Sarwono (1997), perbedaan ini dipengaruhi oleh bangsa, pakan yang diberikan, dan kondisi lingkungan pada saat pemeliharaan. Semakin tua umur ayam, saluran digesti mengalami perubahan sesuai dengan proporsi pakannya dan kondisi lingkungannya. Menurut Yuwanta (2004), panjang dan berat usus halus dipengaruhi oleh umur, jenis, pakan dan bangsa.
Jejenum dan Ileum. Jejenum dan ileum merupakan kelanjutan duodenum yang fungsinya sama seperti duodenum. Proses pencernaan dan penyerapan zat makanan yang belum diselesaikan pada duodenum dilanjutkan hingga tersisa bahan yang tidak dapat dicerna (Yuwanta, 2004). Jejenum merupakan bagian terpanjang dari usus halus. Pembatas antara jejenum dan ileum ditandai dengan sebuah tonjolan daging kecil yang disebut micell diverticum.
                                     
Gambar 7. Jejenum ayam                                      Gambar 8. Ileum ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka diperoleh panjang jejenum dan ileum ayam A masing-masing 68 cm dan 49 cm serta beratnya masing-masing 25 gram dan 21 gram. Panjang jejenum dan ileum ayam B masing-masing 61 cm dan 31 cm serta beratnya masing-masing 36 gram dan 18 gram. Menurut Crompton (1999), jejenum memiliki panjang 50 sampai 80 cm dan panjang ileum sekitar 45 sampai 70 cm. Menurut Djunaidi et al. (2009), berat jejenum ayam berkisar antara 26,4 gram hingga 31,2 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka panjang jejenum ayam A dan B berada dalam kisaran normal. Panjang ileum ayam A dalam kisaran normal sedangkan panjang ileum ayam B berada dibawah kisaran normal. Berat jejenum ayam A dan B berada diatas kisaran normal. Berat ileum ayam A berada dibawah kisaran normal sedangkan berat ileum ayam B diatas kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004), panjang dan berat usus halus dipengaruhi oleh umur, jenis, pakan dan bangsa.
Coecum. Coecum terdiri atas dua coeca atau saluran buntu yang berukuran panjang 20 cm. Fungsi coecum yaitu sebagai tempat terjadinya pencernaan mikrobiologik, karena pencernaan serat kasar dilakukan oleh bakteri pencernaan serat kasar (Yuwanta, 2004).
Gambar 9. Coecum ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang coecum ayam A dan ayam B adalah 17 cm dan 12 cm, serta beratnya masing-masing 10 gram dan 9 gram. Menurut Suprijatna et al. (2005), panjang coecum sekitar 20 cm dengan berat normal antara 6 sampai 8 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa panjang coecum ayam A dan B semuanya berada dibawah kisaran normal sedangkan berat coecum ayam A dan B semuanya diatas kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004), hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan individu serta pakan yang dikonsumsi. Semakin tinggi kandungan serat kasar pada pakan, maka coeca akan semakin berkembang karena coeca berfungsi untuk mencerna serat kasar.
Usus besar. Usus besar (rektum) dinamakan juga intestinum crassum. Terjadi perombakan parikel pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme menjadi feses pada bagian ini. Bagian ini juga sebagai muara ureter dari ginjal untuk membuang urin yang bercampur dengan feses sehingga feses unggas dinamakan ekskreta (Yuwanta, 2008). Usus besar berfungsi sebagai penambah kandungan air dalam sel tubuh dan memberikan keseimbangan air dalam tubuh ayam (Fadilah et al., 2007). Feses dan urin sebelum dkeluarkan mengalami penyerapan air sekitar 72% sampai 75%. (Yuwanta, 2004).
Gambar 10. Usus besar ayam
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh panjang usus besar ayam A dan ayam B masing-masing adalah 7,5 cm dan 18 cm, serta beratnya masing-masing 4 gram dan 12 gram. Panjang usus besar pada ayam kisaran normalnya adalah 10 cm (Fadilah et al., 2007). Berat usus besar adalah 4 sampai 6 gram (Suprijatna et al., 2005). Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa panjang usus besar ayam A berada dibawah ukuran normal dan panjang usus besar ayam B berada diatas ukuran normal. Berat usus besar ayam A dalam kisaran normal sedangkan berat usus besar ayam B diatas kisaran normal. Panjang usus besar ayam mengalami perbedaan yang disebabkan oleh bangsa, pakan dan kondisi lingkungan (Sarwono, 1997).
Kloaka. Kloaka merupakan tempat keluarnya ekskreta karena urodeum dan cuprodeum terletak berhimpitan (Yuwanta, 2004). Kloaka merupakan pertemuan atau muara bagi saluran pengeluaran sistem pencernaan, urinari dan genital (Akoso, 1998).
Gambar 11. Kloaka ayam
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, panjang kloaka ayam A dan B masing-masing 3 cm dan 2 cm sedangkan berat kloaka ayam A dan ayam B masing-masing adalah 17 gram dan 5 gram. Menurut Suprijatna et al. (2005), kloaka mempunyai panjang normal antara 1,3 cm sampai 3 cm dan berat normal antara 6 sampai 8 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka diperoleh panjang kloaka ayam A dan B masih dalam kisaran normal sedangkan berat kloaka ayam A berada diatas kisaran normal dan berat kloaka ayam B berada dibawah kisaran normal. Perbedaan ini disebabkan oleh bangsa, pakan dan kondisi lingkungan (Sarwono, 1997).
Organ Tambahan
            Selain organ-organ yang ada dalam sistem pencernaan juga terdapat adanya organ-organ tambahan. Organ tambahan ini umumnya berfungsi memberi getah pencernaan. Organ-organ tambahan tersebut antara lain hati, limpa dan pankreas (Yuwanta, 2000). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh data pengukuran organ tambahan ayam sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil pengukuran organ tambahan
Parameter
Ayam A
Ayam B
Panjang (cm)
Berat (gram)
Panjang (cm)
Berat (gram)
Hati
8
30
7
29
Pankreas
9
5
12
3
Limfa
2
1
1,24
2

Hati. Hati dalam proses pencernaan berfungsi untuk mensekresikan getah empedu yang dibawa ke dalam empedu. Fungsi dari getah empedu ini untuk menetralkan asam lambung (HCl), membentuk sabun terlarut dengan lemak bebas. Kedua fungsi tersebut membantu dalam absorpsi dan translokasi asam lemak (Yuwanta, 2000). Hati tersusun atas dua lobi besar. Fungsi utamanya dalam pencernaan dan absorpsi adalah produksi empedu. Empedu penting dalam proses penyerapan lemak, pakan dan ekskresi limbah produk seperti kolesterol (Suprijatna et al., 2005). Hati mengeluarkan empedu yang berfungsi mengemulsikan lemak (Blakely dan Bade, 1998).
Gambar 12. Hati ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang hati ayam A dan B sebesar 8 cm dan 7 cm sedangkan beratnya masing-masing 30 gram dan 29 gram. Menurut Yuwanta (2004), hati beratnya sebesar 3% bobot badan. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan bahwa berat hati ayam A sekitar 1,8% (30 gram/1662 gram x 100%) sedangkan berat hati ayam B sekitar 1,7% (29 gram/1695 gram x 100%). Berdasarkan perbandingan dengan literatur maka disimpulkan bahwa berat hati ayam A dan B dibawah ukuran normal. Perbedaan ukuran tersebut disebabkan oleh perbedaan umur ayam dan ukuran tubuh ayam (Yuwanta, 2004).
Pankreas. Pankreas terletak diantara lipatan duodenum. Fungsi pankreas yaitu mensekresikan anzim amilase, tripsin dan lipase yang dibawa ke dalam duodenum untuk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Blakely dan Bade, 1998). Pankreas terletak diantara duodenal loup pada usus halus. Pankreas merupakan suatu kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin dan eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas mensekresikan hormon insulin dan glukago, sebagai kelenjar eksokrin pankreas mensekresikan enzim atau pancreatic juice. Enzim yang disekresikan antara lain lipase, tripsinogen dan amilase (Suprijatna et al., 2005).
Gambar 13. Pankreas ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diketahui panjang pankreas ayam A dan B sebesar 9 cm dan 12 cm sedangkan beratnya masing-masing 5 gram dan 3 gram. Menurut Noferdiman (2012), berat pankreas normal antara berat 2 sampai 4 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan bahwa berat pankreas ayam A berada sedikit diatas kisaran normal sedangkan berat pankreas ayam B berada dalam kisaran normal. Menurut Yuwanta (2008), perbedaan ukuran organ pencernaan pada ayam tergantung pada umur dan jenis ayam.
Limfa. Limfa berada di sebelah kiri dan kanan duodenum, sedikit di atas empedu dan berwarna kemerah-merahan. Bentuk limfa yaitu bulat dan tersusun oleh lapisan jaringan yang keputihan. Fungsi dari limfa adalah untuk pembentukkan sel darah merah dan sel darah putih (Yuwanta, 2000).
Gambar 14. Limfa ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang limfa ayam A dan B masing-masing 2 cm dan 1,24 cm sedangkan beratnya masing-masing 1 gram dan 2 gram. Menurut Putnam (1991), persentase bobot limfa ayam berkisar antara 0,18 hingga 0,23% dari bobot hidup. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa berat limfa ayam A hanya 0,06% dari berat badan (1 gram/1662 gram x 100%) sedangkan ayam B hanya 0,12% dari berat badan (2 gram/1695 gram x 100%). Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa berat limfa ayam A dan B berada dibawah ukuran normal. Menurut Yuwanta (2008), perbedaan ukuran organ pencernaan pada ayam tergantung pada umur dan jenis ayam.
Sistem Reproduksi Ayam Betina
            Sistem reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium, oviduk (infundibulum, magnum, isthmus), uterus, vagina dan kloaka. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data pengukuran sistem reproduksi ayam betina sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil pengukuran organ reproduksi ayam betina
Parameter
Ayam A
Ayam B
Panjang (cm)
Berat (gram)
Panjang (cm)
Berat (gram)
Ovarium + ovum
9,5
20
8
34
Infundibulum
13
2
11
1
Magnum
40
38
35
40
Isthmus
14
7
18
16
Uterus
6
19
7,5
22
Vagina
3
5
3
12

Ovarium. Ovarium pada unggas dinamakan juga folikel. Bentuk ovarium sperti buah anggur dan terletak pada rongga perut berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada ligamentum mesovarium (Yuwanta, 2008). Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis, dan perkembangan serta pemasakan kuning telur (folikel). Pada umumnya hanya ovarium kiri yang berkembang, sedangkan bagian kanan mengalami rudimenter (Yuwanta, 2004). Ovarium dikontrol oleh hormon gonadotropin yang terdiri dari luteinizing hormone (LH) dan folikel stimulating hormone (FSH) yang dihasilkan oleh pituaria (hipofisis) anterior. Ovarium menghasilkan beberapa hormon yaitu estrogen yang fungsinya untuk mempengaruhi pigmentasi bulu spesifik bagi ayam betina dan mempengaruhi perkembangan oviduct untuk persiapan bertelur, progesteron fungsinya bersama androgen mengatur perkembangan oviduct untuk sekresi albumen dari magnum dan aktif menstimulasi hipotalamus untuk mengaktifkan faktor releasing hormon agar memacu sekresi LH dari pituaria anterior. Apabila ovum sudah masak maka stigma akan robek sehingga terjadi ovulasi. Robeknya stigma dipengaruhi oleh hormon LH (Yuwanta, 2000). Menurut Nasution dan Adrizal (2009), kuning telur dipengaruhi oleh kadar xantophylnya. Xantophyl mempengaruhi kualitas kepekatan warna kuning telur yang dihasilkan, dan merupakan pengaruh tidak langsung dari pemberian level protein dan energi ransum yang diberikan.
Gambar 15. Folikel ovarium ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, ovarium ayam layer A mempunyai berat 34 gram, sedangkan ovarium ayam B mempunyai berat 16 gram. Panjang ovarium ayam A sebesar 9,5 cm dan ayam B sebesar 8 cm. Menurut Yuwanta (2004), besar ovarium pada saat ayam menetas 0,39 cm, kemudian mencapai panjang 1,5 cm pada ayam betina umur 12 minggu dan mempunyai berat 60 gram pada 3 minggu sebelum dewasa kelamin. Menurut Suprijatna et al. (2005), berat normal ovarium adalah 36 sampai 38 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa panjang ovarium ayam A dan B berada diatas ukuran normal. Berat ovarium ayam A mendekati kisaran normal sedangkan berat ovarium ayam B berada jauh dibawah kisaran normal. Apabila terjadi perbedaan mungkin disebabkan faktor usia ayam, faktor genetik ayam, serta perawatan ayam tersebut (Yuwanta. 2004).
Infundibulum. Infundibulum merupakan bagian dari oviduct. Infundibulum berfungsi untuk menangkap ovum yang masak. Infundibulum sangat tipis dan mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membran vitelina. Sarang spermatozoa pada perbatasan infundibulum dan magnum merupakan terminal akhir dari lalu lintas spermatozoa sebelum terjadi pembuahan (Yuwanta, 2004). Infundibulum berfungsi untuk menangkap ovum yang diovulasikan dan merupakan tempat terjadinya fertilisasi. Kuning telur berada di bagian ini selama 15-30 menit (Yuwanta, 2008).
            Gambar 16. Infundibulum ayam
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui panjang infundibulum ayam A dan B adalah 13 cm dan 11 cm. Berat infundibulum ayam A dan ayam B adalah 2 gram dan 1 gram. Menurut Suprijatna et al. (2005), panjang normal infundibulum adalah 6 cm. Menurut Horhoruw (2012), berat infundibulum ayam layer adalah 2,54 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa panjang infundibulum ayam A dan B sama-sama berada diatas ukuran normal. Berat infundibulum ayam A mendekati ukuran normal sedangkan ayam B berada dibawah kisaran normal. Menurut Suprijatna dan Dulatip (2005), panjang dan berat oviduct dipengaruhi oleh pemberian kadar protein dalam pakan selama periode pertumbuhan umur 12-20 minggu.
Magnum. Magnum merupakan bagian terpanjang apabila dibandingkan dengan bagian yang lain. Di dalam mukosa magnum terdapat sel goblet yang berfungsi dalam mensekrasikan putih telur kental dan cair (Yuwanta, 2004). Diperlukan waktu sekitar 3 jam bagi telur yang sedang berkembang untuk melalui magnum. Albumin pada sebutir telur terdiri dari 4 lapisan. Masing-masing adalah chalazae (27.0 %), putih kental (57.0 %), putih telur encer (17.3%) dan putih telur encer bagian luar 23.0%). Keempat lapisan tersebut diproduksi pada magnum, tetapi putih telur encer luar (outer thin white) tidak lengkap sampai air ditambahkan di uterus (Suprijatna et al., 2005).
Gambar 17. Magnum ayam
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh panjang magnum pada ayam A 40 cm dan berat 38 gram, sedangkan pada ayam B panjang magnum 35 cm dan berat 40 gram. Menurut Yuwanta (2004), panjang magnum adalah 33 cm. Menurut Horhoruw (2012), berat magnum ayam layer adalah 26,42 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan bahwa panjang magnum ayam A dan B semuanya berada diatas ukuran normal. Berat magnum ayam A dan B berada diatas kisaran normal. Menurut Suprijatna dan Dulatip (2005), panjang dan berat oviduct dipengaruhi oleh pemberian kadar protein dalam pakan selama periode pertumbuhan umur 12-20 minggu.           
Isthmus. Isthmus merupakan bagian pembentuk kerabang tipis (membran shell), panjang 6 sampai 10 cm berfungsi untuk membentuk telur dengan pembungkus kerabang tipis (Sidadolog, 2001). Isthmus mensekresikan membran atau selaput telur. Isthmus bagian depan yang berdekatan dengan magnum berwarna putih, sedangkan 4 cm terakhir dari isthmus mengandung banyak pembuluh darah sehingga memberikan warna merah (Yuwanta, 2004). Menurut Nasution dan Adzrizal (2009), indeks telur dipengaruhi oleh lebar tidaknya diameter isthmus. Apabila diameter lebar maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat. Apabila diameter isthmus sempit maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung lonjong. Jadi, isthmus juga mempengaruhi bentuk telur.
Gambar 18. Isthmus ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang isthmus ayam A adalah 14 cm dengan berat 7 gram dan ayam B sepanjang 18 cm dengan berat 16 gram. Ukuran isthmus ayam bervariasi tergantung umur dan pakan. Menurut Yuwanta (2004), kisaran normal panjang isthmus antara 8 sampai 10 cm dan beratnya 5 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan bahwa panjang isthmus ayam A dan B semuanya berada diatas kisaran normal sedangkan berat isthmus ayam A sedikit diatas ukuran normal dan berat isthmus ayam B jauh diatas kisaran normal. Menurut Suprijatna dan Dulatip (2005), panjang dan berat oviduct dipengaruhi oleh pemberian kadar protein dalam pakan selama periode pertumbuhan umur 12-20 minggu. Menurut Yuwanta (1999), panjang isthmus dipengaruhi oleh hormon somatotropin dan hormon tiroksin yang dihasilkan oleh pituitary anterior.
            Uterus. Uterus atau yang disebut juga glandula kerabang telur. Dua fenomena yang terjadi yaitu hidratasi putih telur kemudian terbentuk kerabang telur (Yuwanta, 2004). Penambahan pigmen kerabang menjadi putih kecoklatan, kehijauan atau bintik hitam terjadi di uterus (Sarwono, 1997). Telur yang berkembang tinggal di uterus sekitar 18 sampai 20 jam, lebih lama daripada dibagian lain dari oviduct (Suprijatna et al., 2005).
Gambar 19. Uterus ayam
Berdasarkan hasil praktikum, panjang uterus pada ayam A sebesar 6 cm dan beratnya 19 gram, sedangkan pada ayam B panjangnya 7,5 cm dan beratnya 22 gram. Menurut Yuwanta (2004), kisaran normal untuk panjang uterus adalah 10 cm dengan berat 18 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, disimpulkan bahwa panjang uterus ayam A dan B berada dibawah kisaran normal. Berat uterus ayam A dan B sedikit berada diatas kisaran normal. Menurut Yuwanta (1999), ukuran saluran reproduksi ditentukan oleh hormon reproduksi yang terdiri dari hormon reproduksi yang terdiri dari hormon estrogen, hormon progesteron, hormon androgen dihasilkan di ovarium.
            Vagina. Pembentukan kutikula terjadi di vagina. Telur melewati vagina dengan cepat yaitu hanya 3 menit, kemudian telur dikeluarkan (oviposition) dan 30 menit setelah peneluran akan terjadi ovulasi. Telur yang berada di dalam vagina dilapisi oleh mucus. Mucus ini menyumbat pori kerabang, dengan demikian pencemaran bakteri dapat dihindari. Panjang vagina dapat mencapai 10 cm (Yuwanta, 2004). Secara normal, telur tinggal dalam vagina selama beberapa menit, tetapi dalam keadaan tertentu dapat tinggal beberapa jam (Suprijatna et al., 2005).
Gambar 20. Vagina ayam
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang vagina pada ayam A 3 cm dan berat 5 gram, sedangkan pada ayam B panjang 3 cm dan berat 12 gram. Menurut Yuwanta (2004), panjang vagina mencapai 10 cm. Menurut Horhoruw (2012), berat vagina ayam layer adalah 4,28 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan bahwa panjang vagina ayam A dan B jauh dibawah ukuran normal. Berat vagina ayam A hanya sedikit diatas kisaran normal sedangkan berat vagina ayam B jauh diatas kisaran normal. Menurut Yuwanta (1999), panjang vagina dipengaruhi oleh hormon oksitosin dari pituitary posterior yang berfungsi untuk proses peneluran. Ukuran saluran reproduksi ditentukan oleh hormon reproduksi yang terdiri dari hormon reproduksi yang terdiri dari hormon estrogen, hormon progesteron, hormon androgen dihasilkan di ovarium.
Sistem Reproduksi Ayam Jantan
            Sistem reproduksi ayam jantan terdiri atas sepasang testis, sepasang saluran deferens, papila dan kloaka. Sistem reproduksi pada bangsa burung sangat simpel, terdiri dari dua testis yang masing-masing testis memiliki saluran epididimis dan vas deferens yang mengarahkan ke alat kopulasi.
Testis. Testis unggas jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cava, atau di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal. Meskipun dekat dengan rongga udara, temperatur testis adalah selalu 41ºC - 43ºC karena spermatogenesis akan terjadi pada temperatur tersebut. Unggas jantan mempunyai dua buah testis yang berada di dalam rongga perut bagian atas, terletak memanjang di punggung dekat dengan ujung ginjal sebelah depan dan di bawahnya. Ayam tidak memiliki skortum disebelah luar tubuh seperti pada jenis ternak lain. Testis berbentuk lonjong, berwarna kuning pucat dan sering memiliki anyaman pembuluh darah merah di permukaan (Yuwanta, 2004). Hormon testosteron dihasilkan di testis ini. Menurut Isnaeni et al. (2010), hormon testosteron berfungsi dalam proses spermatogenesis, perkembangan alat reproduksi luar dan tanda-tanda kelamin sekunder. Hormon testosteron disintesis dari kolesterol dalam sel leydig dan kelenjar adrenal, yang sintesisnya terjadi di dalam sel leydig maupun di kelenjar adrenal.
Vas Deferens. Vas deferens adalah suatu pembuluh yang merupakan kelanjutan dari tabung seminiferus. Setiap saluran deferens membuka ke jonjot kecil yang secara bersama berfungsi sebagai alat penggerak. Organ ini terletak di dinding atas kloaka dan bertugas memancarkan sperma (Yuwanta, 2004).
Papilla. Alat kopulasi papilla telah mengalami rudimeter dan terletak pada salah satu lipatan medio ventral dari kloaka. Papilla ini merupakan alat kelamin primer bagi ayam jantan. Papilla pada saat terjadi perkawinan hanya mampu menempel pada kloaka ayam betina. Papilla ini cukup panjang dan berkelok-kelok pada beberapa unggas yang lain seperti pada itik manila (entog), angsa (Yuwanta, 2004).







KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa sistem digesti ternak unggas terdiri atas mulut, oesophagus, crop, proventikulus, gizzard, usus halus, coecum, usus besar dan kloaka. Organ tambahan digesti terdiri atas hati, limpa dan pankreas. Perbedaan aktivitas pencernaan, pemberian pakan, dan umur ayam yang mungkin menyebabkan perbedaan antara ayam A dan ayam B. Alat reproduksi unggas betina terdiri dari ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina. Alat reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis, vas deferens dan papila.
Ukuran organ digesti ayam A yang dalam ukuran normal antara lain oesophagus, proventrikulus, duodenum, jejenum, ileum, usus besar, dan kloaka. Ukuran organ digesti ayam A yang tidak dalam kisaran normal antara lain crop, gizzard, coecum, serta organ tambahan hati, pankreas, dan limfa. Ukuran organ digesti ayam B yang dalam ukuran normal antara lain oesophagus, gizzard, jejenum, kloaka, dan organ tambahan hati. Ukuran organ digesti ayam B yang tidak dalam kisaran normal antara lain crop, proventrikulus, duodenum, ileum, coecum, usus besar, serta organ tambahan hati dan limfa. Perbedaan ukuran pada saluran pencernaan dapat disebabkan oleh umur, pemberian pakan, dan lingkungan. Ukuran organ reproduksi ayam A dan B semuanya diluar kisaran normal. Perbedaan ukuran pada saluran reproduksi betina juga disebabkan oleh umur dan produksi telur.








DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas, Cetakan kedua. Kanisius. Yogyakarta.
Banong, S., dan Hakim, M.R. 2011. Pengaruh umur dan lama pemuasaan terhadap performans dan karakteristik karkas ayam pedaging. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar
Blakely, J dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. 5th Edition. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Crompton, D.W. 1999. A study of the growth of the alimentary tract of the young cockerel. Br. Poultry Science
Djunaidi, I.H., Yuwanta, T., Supadmo, dan Nurcahyanto, M. 2009. Performa dan bobot organ pencernaan ayam broiler yang diberi pakan limbah udang hasil fermentasi Bacillus sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Fadillah, R., Agustin, P., Syamsiful, A., dan Eko, P. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agro Media Pustaka. Jakarta
Frandson R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Hartadi, H., Kustantinah, Indarto, E., Dono, N.D., dan Zuprizal. 2008. Nutrisi Ternak Dasar. Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UGM
Horhoruw, W.M. 2012. Ukuran saluran reproduksi ayam petelur fase pullet yang diberi pakan dengan campuran rumput laut. Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman Agrinimal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon
Isnaeni, W., Fitriyah, A., dan Setiati, N. 2010. Studi penggunaan prekursor hormon steroid dalam pakan terhadap kualitas reproduksi burung puyuh jantan (Coturnix coturnix japonica). Jurnal Fakultas Peternakan UNW Mataram dan FMIPA Universitas Negeri Semarang. Mataram
Muljowati, S. 1999. Dasar Ternak Unggas. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Nasution, S., dan Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level protein-energi ransum yang berbeda terhadap kualitas telur ayam buras. Jurnal Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang
Neill, A.C. 1991. Biology 2nd Edition. The Benjamin Coming Publishing Company Inc. Pec Wood City
Noferdiman. 2012. Efek penggunaan Azzola michrophila fermentasi sebagai pengganti bungkil kedelai dalam ransum terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler. Jurnal penelitian Universitas Jambi. Seri Sains Vol.14. No.1. Jambi
Putnam, P.A. 1991. Handbook of Animal Science. Academy Press. San Diego
Sarwono, B. 1997. Ragam Ayam Piaraan, Edisi I. Penebar Swadaya. Jakarta
Sidadolog, J. H. P. 2001. Manajemen Ternak Unggas. Lab Ilmu Ternak Unggas. Jurusan Reproduksi Ternak. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta
Suprijatna, E. dan Dulatip, N. 2005. Pengaruh taraf protein dalam ransum pada periode pertumbuhan terhadap performans ayam ras petelur tipe medium saat awal peneluran. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis
Swenson, M.J. 1997. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing Co. Lnc Pert Conectial
Yuwanta, T. 1999. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Yuwanta, T. 2000. Beberapa Metode Praktis Penetasan Telur. Fakultas Peternakan. Unversitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta

Yuwanta, T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta