Sunday, 11 January 2015

FISIOLOGI TERNAK ACARA STATUS FAALI

BAB II
ACARA STATUS FAALI

TINJAUAN PUSTAKA
Status faali yang meliputi respirasi, pulsus, dan temperatur rektal merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan kesehatan suatu ternak yang dapat dilakukan dengan percobaan langsung. Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak terhadap lingkungannya. Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya, apabila lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan stress (cekaman) karena sistem pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya menjadi tidak seimbang. Ternak domba termasuk hewan homoitherm yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil, sehingga terjadi keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang dikeluarkan kesekelilingnya (Ghalem et al., 2012).
Respirasi
            Respirasi adalah semua proses kimia maupun fisika dimana organisme melakukan pertukaran udara dengan lingkungannya. Respirasi menyangkut dua proses, yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Terjadinya pergerakan karbondioksida ke dalam udara alveolar ini disebut respirasi eksternal. Respirasi internal dapat terjadi apabila oksigen berdifusi ke dalam darah. Respirasi eksternal tergantung pada pergerakan udara kedalam paru-paru (Frandson, 1992).
Respirasi berfungsi sebagai parameter yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui fungsi organ sampai organ tubuh bekerja secara normal. Fungsi utama pada respirasi yaitu menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida dari darah. Pengukuran terhadap parameter fisiologis bisa dilakukan dengan pengukuran respirasi, detak jantung dan temperatur tubuh (Schmidt, 1997). Hewan memerlukan suplai O2 secara terus menerus untuk respirasi selular sehingga dapat mengubah molekul bahan bakar yang diperoleh dari makanan. Hewan juga harus membuang CO2 yang merupakan produk buangan respirasi . Untuk memungkinkan terjadinya difusi gas-gas respirasi, diperlukan permukaan respirasi yang luas dan lembab (Campbell, 2002).
Tabel 1.1 Kisaran normal respirasi pada berbagai ternak
Spesies
Kisaran respirasi (kali per menit)
Sapi
24-42
Kambing
26-54
Domba
26-32
Kelinci
25-27
Ayam
18-23
(Frandson, 1996)
Pulsus
            Pulsus dapat disebut juga denyut nadi. Pulsus ternak dapat dihitung dengan menempelkan tangan dibagian pangkal kaki, karena didaerah itu terdapat arteri femuralis. Dengan menghitung denyut nadi yang merupakan peregangan arteri secara berirama yang disebabkan oleh kontraksi ventrikel yang sangat kuat, dapat dihitung denyut jantung tiap menitnya (Campbell, 2002).
Frekuensi pulsus atau denyut jantung dikendalikan oleh sistem organ jantung yang dipengaruhi oleh sistem saraf. Jantung merupakan dua pompa yang menerima darah dalam arteri dan memompakan darah dari ventrikel menuju jaringan kemudian kembali lagi. Sistem ini bekerja dengan kombinasi tertentu dan fungsional. Misalnya saraf efferens, saraf cardial anhibitory, dan saraf accelerate sedangkan kecepatan denyut jantung dapat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, aktivitas tubuh, suhu tubuh, latak geografis, penyakit dan stress (Duke’s, 1995).
Frekuensi denyut jantung yang ekstrim pada ternak menandakan kondisi fisiologis ternak pada saat itu tidak nyaman. Ternak besar seperti sapi, pulsus atau denyut jantung dapat dirasakan dari arteri fasial yang terdapat disekitar femur horizontal dari mandibula atau dapat juga dirasakan pada arteri caudalis. Arteri femural pada sisi medial, mudah diraba untuk hewan ternak seperti kucing, domba, dan kambing. Pada ayam dan kelinci, pulsus dapat diraba disekitar dada (Frandson, 1996).
Tabel 1.2 Kisaran denyut jantung normal pada berbagai ternak
Spesies
Kisaran denyut jantung (kali per menit)
Kuda
23-70
Babi
55-86
Kambing
70-135
Kucing
110-140
Sapi
60-70
Domba
60-120
Anjing
100-130
 (Frandson, 1996)
Temperatur Rektal
            Temperatur tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan pelepas panas tubuh. Indeks temperatur dalam tubuh hewan dapat dilakukan dengan memasukkan termometer rektal ke dalam rektum. Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh antara lain bangsa ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan ternak, dan kondisi lingkungan ternak (Frandson, 1996). Perbedaan temperatur tubuh disebabkan oleh kondisi eksternal dan aktivitas. Kita dapat memperkirakan atau mengatakan bahwa sebagian besar burung temperaturnya  sekitar 40oC dan mamalia berplasenta sekitar 38oC. Burung dengan ukuran kecil memiliki temperatur tubuh lebih tinggi daripada burung dengan ukuran tubuh lebih besar. Tetapi ukuran mamalia tidak ada hubungannya dengan temperatur tubuh (Schmidt, 1997).
Temperatur tubuh pada unggas berkisar antara 39oC sampai 41oC. Pembuangan panas tubuh dilakukan ayam pada suhu kurang dari 80oC dengan radiasi, konveksi, dan konduksi dari seluruh permukaan tubuh ayam. Ayam adalah hewan homoiterm yaitu hewan yang mempunyai pengatur panas tubuh konstant, meskipun hewan tersebut hidup pada temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari temperatur tubuhnnya, sebaliknya apabila penguapan air lewat saluran pernapasan yang dilakukan secara cepat (Yuwanta, 2000).
Tabel 1.3 Kisaran normal temperatur rektal pada ternak
Hewan
Rata-rata temperatur (°C)
Kisaran (°C)
Kelinci
39,5
38,0-40,1
Kambing
39,4
38,5-40,0
Sapi perah
38,6
38,0-39,0
Sapi potong
38,3
36,7-39,1
Ayam (siang hari)
41,5
40,6-43,0
 (Frandson, 1996)

MATERI DAN METODE
Materi
            Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum status faali antara lain termometer rektal, termometer batang, stetoskop, counter, dan arloji.
            Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum status faali adalah probandus yang antara lain adalah sapi betina, domba jantan, domba betina, kelinci jantan, kelinci betina, ayam jantan, dan ayam betina.
Metode
Respirasi
            Pengambilan data fisiologis respirasi pada sapi dan domba dilakukan dengan mendekatkan punggung telapak tangan pada hidung ternak hingga terasa hembusan napasnya. Pengambilan data fisiologis respirasi pada kelinci dan ayam dilakukan dengan mengamati kembang kempis perut. Perlakuan tersebut dilakukan selama 1 menit dan diulangi sebanyak 3 kali lalu hasilnya dirata-ratakan.
Pulsus
            Pengukuran pulsus pada sapi dilakukan dengan cara meraba bagian pangkal ekor hingga terasa denyut arteri caudalisnya. Pengukuran pulsus pada domba dilakukan dengan cara meraba pangkal pahanya hingga terasa denyut arteri femuralisnya. Pada ayam dan kelinci, pengukuran pulsus dilakukan dengan cara menempelkan stetoskop pada bagian dadanya hingga terdengar denyut jantungnya. Masing-masing perlakuan dilakukan selama 1 menit dan diulangi sebanyak 3 kali lalu hasilnya dirata-ratakan.
Temperatur Rektal
            Pengukuran temperatur rektal pada sapi, domba dan kelinci dilakukan menggunakan temperatur rektal sedangkan pengukuran temperatur rektal pada ayam dilakukan dengan termometer batang. Awalnya skala pada termometer dinolkan dengan cara dikibas-kibaskan dengan hati-hati. Sepertiga bagian ujung termometer dimasukkan ke dalam rektum probandus setelah skalanya nol untuk diukur temperatur rektalnya. Perlakuan dilakukan selama 1 menit dan diulangi sebanyak 3 kali lalu hasilnya dirata-ratakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data fisiologis berupa data respirasi, pulsus, dan temperatur rektal pada ternak. Perbandingan hasil pengukuran dengan kisaran normal yang seharusnya akan memberikan gambaran kondisi ternak.
Tabel 1.4 Hasil pengukuran data fisiologis pada berbagai ternak
Probandus
Respirasi (kali/menit)
Pulsus (denyut/menit)
Temperatur Rektal (°C)
Sapi betina
28
46
37,83
Domba jantan
57
55,67
39
Domba betina
28,67
62,33
37,73
Kelinci jantan
37,67
265
37,63
Kelinci betina
44,33
102,67
37
Ayam jantan
30,67
225
37,67
Ayam betina
25,33
211
38,67
Respirasi
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada sapi betina sebanyak 28 kali per menit. Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata respirasi sapi yang berdiri dan istirahat adalah 29 kali per menit dan kisaran normal respirasinya sekitar 26 hingga 35 kali per menit. Rata-rata respirasi sapi saat berbaring sebesar 35 kali per menit, sedangkan kisaran normalnya sebesar 24 hingga 50 kali per menit. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa respirasi sapi betina masih dalam batas normal. Menurut Isnaeni (2006), respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah aktivitas, suhu lingkungan, kondisi fisik, dan ukuran tubuh ternak. Ukuran tubuh yang lebih besar memerlukan oksigen dalam jumlah lebih besar.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada domba jantan sebesar 57 kali per menit sedangkan pada domba betina sebesar 28,67 kali per menit. Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata respirasi domba saat berdiri dan memamah biak adalah 25 kali per menit sedangkan kisaran normalnya sekitar 20 hingga 34 kali per menit. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh kesimpulan bahwa respirasi pada domba jantan berada di atas  kisaran normal, sedangkan pada domba betina masih dalam kisaran normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi antara lain aktivitas, suhu lingkungan, kondisi fisik, dan ukuran tubuh ternak.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada kelinci jantan sebesar 37,67 dan pada kelinci betina sebesar 44,33 kali per menit. Menurut Frandson (1992), kisaran normal respirasi pada kelinci adalah sebesar 35 hingga 56 kali per menit. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kesimpulan bahwa respirasi pada kelinci jantan dan betina masih berada dalam kisaran normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasinya antara lain suhu lingkungan, kondisi fisik, dan tingkat aktivitas.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada ayam sebesar 30,67 untuk ayam jantan dan 25,33 kali per menit untuk ayam betina. Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata respirasi ayam jantan adalah 17 kali per menit sedangkan pada ayam betina adalah 27 kali per menit. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa kecepatan respirasi pada ayam jantan tidak normal sedangkan pada ayam betina sedikit tidak normal. Menurut Yuwanta (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi pada unggas antara lain umur, jenis, aktivitas, temperatur lingkungan, sirkulasi udara, dan keadaan kandang. Semakin tua seekor ayam, semakin tinggi respirasinya. Semakin padat suatu kandang, semakin meningkat tinggi respirasinya. Menurut Guyton (1991), meningkatnya aktivitas tubuh maka kebutuhan akan oksigen ini akan dipenuhi dengan meningkatkan kecepatan respirasinya.
Pulsus
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran pulsus pada sapi betina sebesar 46 kali per menit. Menurut Duke’s (1995), kisaran normal pulsus sapi adalah sekitar 60 hingga 70 kali per menit. Berdasarkan perbandingan hasil pengamatan dengan kisaran normal maka dapat dikatakan bahwa pulsus sapi betina berada dibawah kisaran normal. Menurut Frandson (1992), pulsus dipengaruhi berbagai faktor misalnya kondisi temperatur lingkungan pada saat dilakukan pengamatan. Selain itu secara umum denyut jantung yang normal cenderung lebih besar pada hewan – hewan kecil dan kemudian semakin lambat dengan semakin besarnya ukuran.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data hasil pengukuran pulsus pada domba jantan sebesar 55,67 kali per menit sedangkan pada domba betina sebesar 62,33 kali per menit. Menurut Duke’s (1995), kisaran pulsus normal kambing adalah sekitar 60 hingga 120 kali per menit. Berdasarkan perbandingan dengan hasil pengamatan, maka disimpulkan bahwa pulsus pada domba jantan dibawah kisaran normal sedangkan pada domba betina masih normal. Menurut Swenson dan Reece (1993), frekuensi pulsus yang tidak sesuai dengan kisaran normal dapat dipengaruhi perangsang (stimulus), temperatur lingkungan dan latihan. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor yang paling berpengaruh dibandingkan faktor lainnya. Domba jantan bersikap lebih agresif dan banyak bergerak sehinga sulit untuk dikontrol dan diukur pulsusnya. Hal inilah yang mungkin menyebabkan tidak normalnya pulsus domba tersebut.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran pulsus pada kelinci jantan sebesar 265 kali per menit sedangkan pada kelinci betina sebesar 182,67 kali per menit. Menurut Frandson (1992), kisaran normal pulsus kelinci adalah 123 hingga 304 kali per menit. Berdasarkan perbandingan dengan hasil pengamatan maka disimpulkan bahwa pulsus pada kelinci jantan dan betina berada pada kisaran normal. Menurut Frandson (1992), faktor lingkungan pada kelinci sangat mempengaruhi karena kelinci adalah hewan nocturnal (aktif pada malam hari). Jadi, peningkatan gelombang tekanan sistolik jantung akan sering terjadi.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data hasil pengukuran pulsus sebesar 225 kali per menit pada ayam jantan dan 211 kali per menit pada ayam betina. Menurut Frandson (1996), kisaran pulsus ayam adalah antara 250 hingga 470 kali per menit. Hasil pengamatan yang berada dibawah kisaran normal dapat disebabkan oleh ayam yang merasa terganggu atau dalam keadaan stres. Menurut Ganong (2003), keadaan yang dirasa mengganggu bagi ternak dapat mengakibatkan stres. Kisaran pulsus hewan besar lebih kecil jika dibandingkan dengan hewan kecil karena metabolisme pada hewan berukuran kecil semakin tinggi. Faktor yang mempengaruhi pulsus antara lain temperatur lingkungan, pakan, aktivitas, latihan, otot, dan tidur.
Temperatur Rektal
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengukuran temperatur rektal pada sapi betina sebesar 37,83oC. Menurut Duke’s (1995), kisaran normal temperatur rektal pada sapi adalah 37,2 hingga 39oC. Dari perbandingan hasil percobaan dengan kisaran normal dapat disimpulkan bahwa temperatur sapi dalam keadaan normal.
            Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil pengukuran temperatur rektal pada domba jantan sebesar 39oC dan pada domba betina sebesar 37,73oC. Menurut Duke’s (1995), kisaran normal temperatur rektal pada domba jantan maupun betina adalah sekitar 38 hingga 40 oC. Dari perbandingan hasil pengukuran dengan kisaran normal, maka dapat disimpulkan bahwa domba jantan dalam keadaan normal sedangkan domba betina sedikit tidak normal karena temperaturnya sedikit dibawah kisaran normal.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengukuran temperatur rektal pada kelinci jantan adalah sebesar 37,63 oC sedangkan pada kelinci betina sebesar 37oC. Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata temperatur kelinci adalah sebesar 39,5oC dengan kisaran normal antara 38,6 hingga 40,1oC. Dari perbandingan data yang diperoleh dengan teori yang seharusnya, maka disimpulkan bahwa kelinci jantan dan betina dalam keadaan tidak normal karena temperaturnya berada dibawah kisaran normal.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengukuran temperatur rektal pada ayam jantan sebesar 37,67oC dan pada ayam betina sebesar 38,67 oC. Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata temperatur rektal pada ayam adalah 41,7oC dengan kisaran normal antara 40,6 hingga 43,0oC. Berdasarkan perbandingan hasil percobaan dengan kisaran normal, dapat disimpulkan bahwa ayam jantan maupun betina dalam keadaan tidak normal karena temperaturnya berada dibawah kisaran normal.
            Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh bernilai negatif, dapat disebabkan oleh kondisi ternak yang stres, faktor eksternal seperti kondisi lingkungan atau faktor internal seperti kondisi kesehatan. Menurut Duke’s (1995), temperatur rektal pada ternak dipengaruhi beberapa faktor seperti temperatur lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan pencernaan. Produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung tergantung pada makanan yang dikonsumsi dan banyaknya persediaan makanan dalam saluran pencernaan. Menurut Swenson (1997), suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stres pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi, dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan yang menurun sehingga produktivitasnya menurun. Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya. Apabila terjadi perubahan, maka ternak akan mengalami stres. Jadi, lingkungan sangat memegang peranan penting dalam hal kondisi kesehatan ternak.

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa setiap probandus memiliki kisaran normal yang berbeda meliputi kecepatan respirasi, pulsus, dan temperatur rektal. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa keadaan fisiologis ternak dalam kisaran normal atau sehat secara keseluruhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain keadaan temperatur lingkungan, kelembaban, ketinggian tempat, stres, dan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Blight, D.B., R.A. Meece, and A.Thomas. 1999. Animal and Sciences Application. Alpha Publishing Co. California
Campbell, N.A., L.G. Mitchell, and J.B. Reece. 2002. Biology. Singapore : The Benyaminper Cummings Publishing Co. California
Duke’s. 1995. Physiology of Domestic Animal. Comstock New York University College Publishing. Camel
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Frandson R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Ganong. 2003. Receive of Logical Physiology. Large Medical Publishing. California
Ghalem, S., N. Khebichat, K. Nekkaz. 2012. The Physiology of Animal Respiration: Study of Domestic Animal. Article ID 737271, 8 pages.
Guyton. 1991. Veterinary Clinical Diagnosis 3th ed. Baillrenetindal. London
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta
Schmidt, K. and Nielsen. 1997. Animal Physiology 5th edition. Cambridge University Press. Cambridge
Swenson, M.J. and W.O. Reece. 1993. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Cornell University Press. Ithaca and London
Swenson. 1997. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing Co. Lnc Pert Conectial

Yuwanta, T. 2000. Dasar Ternak Unggas. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

No comments:

Post a Comment