BAB
II
ACARA
STATUS FAALI
TINJAUAN
PUSTAKA
Status faali yang meliputi
respirasi, pulsus, dan temperatur rektal merupakan suatu parameter yang
digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan kesehatan suatu ternak yang
dapat dilakukan dengan percobaan langsung. Kondisi status faali ternak
merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak terhadap lingkungannya.
Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya, apabila
lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan stress
(cekaman) karena sistem pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya menjadi
tidak seimbang. Ternak domba termasuk hewan homoitherm yang memiliki kemampuan
untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil, sehingga terjadi keseimbangan
antara panas yang diproduksi dengan panas yang dikeluarkan kesekelilingnya
(Ghalem et al., 2012).
Respirasi
Respirasi adalah
semua proses kimia maupun fisika dimana organisme melakukan pertukaran udara
dengan lingkungannya. Respirasi menyangkut dua proses, yaitu respirasi eksternal
dan respirasi internal. Terjadinya pergerakan karbondioksida ke dalam udara
alveolar ini disebut respirasi eksternal. Respirasi internal dapat terjadi
apabila oksigen berdifusi ke dalam darah. Respirasi eksternal tergantung pada
pergerakan udara kedalam paru-paru (Frandson, 1992).
Respirasi berfungsi sebagai
parameter yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui fungsi organ sampai
organ tubuh bekerja secara normal. Fungsi utama pada respirasi yaitu
menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida dari darah.
Pengukuran terhadap parameter fisiologis bisa dilakukan dengan pengukuran
respirasi, detak jantung dan temperatur tubuh (Schmidt, 1997). Hewan memerlukan
suplai O2 secara terus menerus untuk respirasi selular sehingga
dapat mengubah molekul bahan bakar yang diperoleh dari makanan. Hewan juga
harus membuang CO2 yang merupakan produk buangan respirasi . Untuk
memungkinkan terjadinya difusi gas-gas respirasi, diperlukan permukaan
respirasi yang luas dan lembab (Campbell, 2002).
Tabel 1.1 Kisaran normal respirasi pada berbagai ternak
Spesies
|
Kisaran
respirasi (kali per menit)
|
Sapi
|
24-42
|
Kambing
|
26-54
|
Domba
|
26-32
|
Kelinci
|
25-27
|
Ayam
|
18-23
|
(Frandson, 1996)
Pulsus
Pulsus
dapat disebut juga denyut nadi. Pulsus ternak dapat dihitung dengan menempelkan
tangan dibagian pangkal kaki, karena didaerah itu terdapat arteri femuralis.
Dengan menghitung denyut nadi yang merupakan peregangan arteri secara berirama
yang disebabkan oleh kontraksi ventrikel yang sangat kuat, dapat dihitung
denyut jantung tiap menitnya (Campbell, 2002).
Frekuensi pulsus atau denyut
jantung dikendalikan oleh sistem organ jantung yang dipengaruhi oleh sistem
saraf. Jantung merupakan dua pompa yang menerima darah dalam arteri dan
memompakan darah dari ventrikel menuju jaringan kemudian kembali lagi. Sistem
ini bekerja dengan kombinasi tertentu dan fungsional. Misalnya saraf efferens,
saraf cardial anhibitory, dan saraf accelerate sedangkan kecepatan denyut
jantung dapat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, aktivitas tubuh, suhu
tubuh, latak geografis, penyakit dan stress (Duke’s, 1995).
Frekuensi denyut jantung
yang ekstrim pada ternak menandakan kondisi fisiologis ternak pada saat itu
tidak nyaman. Ternak besar seperti sapi, pulsus atau denyut jantung dapat
dirasakan dari arteri fasial yang terdapat disekitar femur horizontal dari
mandibula atau dapat juga dirasakan pada arteri caudalis. Arteri femural pada
sisi medial, mudah diraba untuk hewan ternak seperti kucing, domba, dan
kambing. Pada ayam dan kelinci, pulsus dapat diraba disekitar dada (Frandson,
1996).
Tabel 1.2 Kisaran denyut jantung normal pada berbagai
ternak
Spesies
|
Kisaran
denyut jantung (kali per menit)
|
Kuda
|
23-70
|
Babi
|
55-86
|
Kambing
|
70-135
|
Kucing
|
110-140
|
Sapi
|
60-70
|
Domba
|
60-120
|
Anjing
|
100-130
|
(Frandson,
1996)
Temperatur Rektal
Temperatur
tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan pelepas panas
tubuh. Indeks temperatur dalam tubuh hewan dapat dilakukan dengan memasukkan
termometer rektal ke dalam rektum. Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur
tubuh antara lain bangsa ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan ternak,
dan kondisi lingkungan ternak (Frandson, 1996). Perbedaan temperatur tubuh
disebabkan oleh kondisi eksternal dan aktivitas. Kita dapat memperkirakan atau
mengatakan bahwa sebagian besar burung temperaturnya sekitar 40oC dan mamalia berplasenta sekitar 38oC.
Burung dengan ukuran kecil memiliki temperatur tubuh lebih tinggi daripada
burung dengan ukuran tubuh lebih besar. Tetapi ukuran mamalia tidak ada
hubungannya dengan temperatur tubuh (Schmidt, 1997).
Temperatur tubuh pada unggas
berkisar antara 39oC sampai 41oC. Pembuangan panas tubuh
dilakukan ayam pada suhu kurang dari 80oC dengan radiasi, konveksi,
dan konduksi dari seluruh permukaan tubuh ayam. Ayam adalah hewan homoiterm
yaitu hewan yang mempunyai pengatur panas tubuh konstant, meskipun hewan
tersebut hidup pada temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari temperatur
tubuhnnya, sebaliknya apabila penguapan air lewat saluran pernapasan yang
dilakukan secara cepat (Yuwanta, 2000).
Tabel 1.3 Kisaran normal temperatur rektal pada ternak
Hewan
|
Rata-rata
temperatur (°C)
|
Kisaran
(°C)
|
Kelinci
|
39,5
|
38,0-40,1
|
Kambing
|
39,4
|
38,5-40,0
|
Sapi perah
|
38,6
|
38,0-39,0
|
Sapi potong
|
38,3
|
36,7-39,1
|
Ayam (siang hari)
|
41,5
|
40,6-43,0
|
(Frandson, 1996)
MATERI DAN METODE
Materi
Alat.
Alat yang digunakan dalam praktikum status
faali antara lain termometer rektal, termometer batang, stetoskop, counter, dan
arloji.
Bahan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum status faali adalah probandus yang
antara lain adalah sapi betina, domba jantan, domba betina, kelinci jantan,
kelinci betina, ayam jantan, dan ayam betina.
Metode
Respirasi
Pengambilan data fisiologis
respirasi pada sapi dan domba dilakukan dengan mendekatkan punggung telapak
tangan pada hidung ternak hingga terasa hembusan napasnya. Pengambilan data
fisiologis respirasi pada kelinci dan ayam dilakukan dengan mengamati kembang
kempis perut. Perlakuan tersebut dilakukan selama 1 menit dan diulangi sebanyak
3 kali lalu hasilnya dirata-ratakan.
Pulsus
Pengukuran pulsus pada sapi
dilakukan dengan cara meraba bagian pangkal ekor hingga terasa denyut arteri
caudalisnya. Pengukuran pulsus pada domba dilakukan dengan cara meraba pangkal
pahanya hingga terasa denyut arteri femuralisnya. Pada ayam dan kelinci,
pengukuran pulsus dilakukan dengan cara menempelkan stetoskop pada bagian dadanya
hingga terdengar denyut jantungnya. Masing-masing perlakuan dilakukan selama 1
menit dan diulangi sebanyak 3 kali lalu hasilnya dirata-ratakan.
Temperatur Rektal
Pengukuran temperatur rektal pada
sapi, domba dan kelinci dilakukan menggunakan temperatur rektal sedangkan
pengukuran temperatur rektal pada ayam dilakukan dengan termometer batang.
Awalnya skala pada termometer dinolkan dengan cara dikibas-kibaskan dengan
hati-hati. Sepertiga bagian ujung termometer dimasukkan ke dalam rektum
probandus setelah skalanya nol untuk diukur temperatur rektalnya. Perlakuan
dilakukan selama 1 menit dan diulangi sebanyak 3 kali lalu hasilnya
dirata-ratakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, diperoleh data fisiologis berupa data respirasi, pulsus, dan
temperatur rektal pada ternak. Perbandingan hasil pengukuran dengan kisaran
normal yang seharusnya akan memberikan gambaran kondisi ternak.
Tabel 1.4 Hasil
pengukuran data fisiologis pada berbagai ternak
Probandus
|
Respirasi (kali/menit)
|
Pulsus (denyut/menit)
|
Temperatur Rektal (°C)
|
Sapi betina
|
28
|
46
|
37,83
|
Domba jantan
|
57
|
55,67
|
39
|
Domba betina
|
28,67
|
62,33
|
37,73
|
Kelinci jantan
|
37,67
|
265
|
37,63
|
Kelinci betina
|
44,33
|
102,67
|
37
|
Ayam jantan
|
30,67
|
225
|
37,67
|
Ayam betina
|
25,33
|
211
|
38,67
|
Respirasi
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada sapi betina sebanyak
28 kali per menit. Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata respirasi sapi
yang berdiri dan istirahat adalah 29 kali per menit dan kisaran normal
respirasinya sekitar 26 hingga 35 kali per menit. Rata-rata respirasi sapi saat
berbaring sebesar 35 kali per menit, sedangkan kisaran normalnya sebesar 24
hingga 50 kali per menit. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa
respirasi sapi betina masih dalam batas normal. Menurut Isnaeni (2006),
respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah aktivitas, suhu
lingkungan, kondisi fisik, dan ukuran tubuh ternak. Ukuran tubuh yang lebih
besar memerlukan oksigen dalam jumlah lebih besar.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada domba jantan
sebesar 57 kali per menit sedangkan pada domba betina sebesar 28,67 kali per
menit. Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata respirasi domba saat berdiri
dan memamah biak adalah 25 kali per menit sedangkan kisaran normalnya sekitar 20
hingga 34 kali per menit. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh kesimpulan
bahwa respirasi pada domba jantan berada di atas kisaran normal, sedangkan pada domba betina
masih dalam kisaran normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi
antara lain aktivitas, suhu lingkungan, kondisi fisik, dan ukuran tubuh ternak.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada kelinci jantan
sebesar 37,67 dan pada kelinci betina sebesar 44,33 kali per menit. Menurut
Frandson (1992), kisaran normal respirasi pada kelinci adalah sebesar 35 hingga
56 kali per menit. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kesimpulan bahwa
respirasi pada kelinci jantan dan betina masih berada dalam kisaran normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasinya antara lain suhu lingkungan,
kondisi fisik, dan tingkat aktivitas.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran respirasi pada ayam sebesar 30,67
untuk ayam jantan dan 25,33 kali per menit untuk ayam betina. Menurut Swenson
dan Reece (1993), rata-rata respirasi ayam jantan adalah 17 kali per menit
sedangkan pada ayam betina adalah 27 kali per menit. Dari hasil pengamatan
dapat disimpulkan bahwa kecepatan respirasi pada ayam jantan tidak normal
sedangkan pada ayam betina sedikit tidak normal. Menurut Yuwanta (2000),
faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi pada unggas antara lain umur, jenis,
aktivitas, temperatur lingkungan, sirkulasi udara, dan keadaan kandang. Semakin
tua seekor ayam, semakin tinggi respirasinya. Semakin padat suatu kandang,
semakin meningkat tinggi respirasinya. Menurut Guyton (1991), meningkatnya
aktivitas tubuh maka kebutuhan akan oksigen ini akan dipenuhi dengan
meningkatkan kecepatan respirasinya.
Pulsus
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,
diperoleh data hasil pengukuran pulsus pada sapi betina sebesar 46 kali per
menit. Menurut Duke’s (1995), kisaran normal pulsus sapi adalah sekitar 60
hingga 70 kali per menit. Berdasarkan perbandingan hasil pengamatan dengan
kisaran normal maka dapat dikatakan bahwa pulsus sapi betina berada dibawah
kisaran normal. Menurut Frandson (1992), pulsus dipengaruhi berbagai faktor
misalnya kondisi temperatur lingkungan pada saat dilakukan pengamatan. Selain
itu secara umum denyut jantung yang normal cenderung lebih besar pada hewan –
hewan kecil dan kemudian semakin lambat dengan semakin besarnya ukuran.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, didapatkan data hasil pengukuran pulsus pada domba jantan sebesar
55,67 kali per menit sedangkan pada domba betina sebesar 62,33 kali per menit.
Menurut Duke’s (1995), kisaran pulsus normal kambing adalah sekitar 60 hingga
120 kali per menit. Berdasarkan perbandingan dengan hasil pengamatan, maka
disimpulkan bahwa pulsus pada domba jantan dibawah kisaran normal sedangkan
pada domba betina masih normal. Menurut Swenson dan Reece (1993), frekuensi
pulsus yang tidak sesuai dengan kisaran normal dapat dipengaruhi perangsang
(stimulus), temperatur lingkungan dan latihan. Ketiga faktor tersebut merupakan
faktor yang paling berpengaruh dibandingkan faktor lainnya. Domba jantan
bersikap lebih agresif dan banyak bergerak sehinga sulit untuk dikontrol dan
diukur pulsusnya. Hal inilah yang mungkin menyebabkan tidak normalnya pulsus
domba tersebut.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran pulsus pada kelinci jantan sebesar
265 kali per menit sedangkan pada kelinci betina sebesar 182,67 kali per menit.
Menurut Frandson (1992), kisaran normal pulsus kelinci adalah 123 hingga 304
kali per menit. Berdasarkan perbandingan dengan hasil pengamatan maka
disimpulkan bahwa pulsus pada kelinci jantan dan betina berada pada kisaran
normal. Menurut Frandson (1992), faktor lingkungan pada kelinci sangat
mempengaruhi karena kelinci adalah hewan nocturnal
(aktif pada malam hari). Jadi, peningkatan gelombang tekanan sistolik jantung
akan sering terjadi.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, didapatkan data hasil pengukuran pulsus sebesar 225 kali per menit
pada ayam jantan dan 211 kali per menit pada ayam betina. Menurut Frandson
(1996), kisaran pulsus ayam adalah antara 250 hingga 470 kali per menit. Hasil
pengamatan yang berada dibawah kisaran normal dapat disebabkan oleh ayam yang
merasa terganggu atau dalam keadaan stres. Menurut Ganong (2003), keadaan yang
dirasa mengganggu bagi ternak dapat mengakibatkan stres. Kisaran pulsus hewan
besar lebih kecil jika dibandingkan dengan hewan kecil karena metabolisme pada
hewan berukuran kecil semakin tinggi. Faktor yang mempengaruhi pulsus antara
lain temperatur lingkungan, pakan, aktivitas, latihan, otot, dan tidur.
Temperatur Rektal
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh
hasil pengukuran temperatur rektal pada sapi betina sebesar 37,83oC.
Menurut Duke’s (1995), kisaran normal temperatur rektal pada sapi adalah 37,2
hingga 39oC. Dari perbandingan hasil percobaan dengan kisaran normal
dapat disimpulkan bahwa temperatur sapi dalam keadaan normal.
Berdasarkan praktikum yang
dilakukan, diperoleh hasil pengukuran temperatur rektal pada domba jantan
sebesar 39oC dan pada domba betina sebesar 37,73oC.
Menurut Duke’s (1995), kisaran normal temperatur rektal pada domba jantan
maupun betina adalah sekitar 38 hingga 40 oC. Dari perbandingan
hasil pengukuran dengan kisaran normal, maka dapat disimpulkan bahwa domba
jantan dalam keadaan normal sedangkan domba betina sedikit tidak normal karena
temperaturnya sedikit dibawah kisaran normal.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,
diperoleh hasil pengukuran temperatur rektal pada kelinci jantan adalah sebesar
37,63 oC sedangkan pada kelinci betina sebesar 37oC.
Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata temperatur kelinci adalah sebesar
39,5oC dengan kisaran normal antara 38,6 hingga 40,1oC.
Dari perbandingan data yang diperoleh dengan teori yang seharusnya, maka
disimpulkan bahwa kelinci jantan dan betina dalam keadaan tidak normal karena
temperaturnya berada dibawah kisaran normal.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, didapatkan hasil pengukuran temperatur rektal pada ayam jantan
sebesar 37,67oC dan pada ayam betina sebesar 38,67 oC.
Menurut Swenson dan Reece (1993), rata-rata temperatur rektal pada ayam adalah
41,7oC dengan kisaran normal antara 40,6 hingga 43,0oC.
Berdasarkan perbandingan hasil percobaan dengan kisaran normal, dapat
disimpulkan bahwa ayam jantan maupun betina dalam keadaan tidak normal karena
temperaturnya berada dibawah kisaran normal.
Berdasarkan hasil percobaan yang
diperoleh bernilai negatif, dapat disebabkan oleh kondisi ternak yang stres,
faktor eksternal seperti kondisi lingkungan atau faktor internal seperti
kondisi kesehatan. Menurut Duke’s (1995), temperatur rektal pada ternak
dipengaruhi beberapa faktor seperti temperatur lingkungan, aktivitas, pakan,
minuman, dan pencernaan. Produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung
tergantung pada makanan yang dikonsumsi dan banyaknya persediaan makanan dalam
saluran pencernaan. Menurut Swenson (1997), suhu dan kelembaban udara yang
tinggi akan menyebabkan stres pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi, dan
denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan yang menurun sehingga
produktivitasnya menurun. Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan
tempat hidupnya. Apabila terjadi perubahan, maka ternak akan mengalami stres.
Jadi, lingkungan sangat memegang peranan penting dalam hal kondisi kesehatan
ternak.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
setiap probandus memiliki kisaran normal yang berbeda meliputi kecepatan
respirasi, pulsus, dan temperatur rektal. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa keadaan fisiologis ternak dalam kisaran normal atau sehat
secara keseluruhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain keadaan
temperatur lingkungan, kelembaban, ketinggian tempat, stres, dan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Blight, D.B., R.A. Meece, and A.Thomas. 1999.
Animal and Sciences Application. Alpha Publishing Co. California
Campbell, N.A., L.G. Mitchell, and J.B.
Reece. 2002. Biology. Singapore : The Benyaminper Cummings Publishing Co.
California
Duke’s. 1995. Physiology of Domestic Animal.
Comstock New York University College Publishing. Camel
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi
Ternak Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Frandson R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi
Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Ganong. 2003. Receive of Logical Physiology.
Large Medical Publishing. California
Ghalem, S., N. Khebichat, K. Nekkaz. 2012.
The Physiology of Animal Respiration: Study of Domestic Animal. Article ID
737271, 8 pages.
Guyton. 1991. Veterinary Clinical Diagnosis
3th ed. Baillrenetindal. London
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius.
Yogyakarta
Schmidt, K. and Nielsen. 1997. Animal
Physiology 5th edition. Cambridge University Press. Cambridge
Swenson, M.J. and W.O. Reece. 1993. Duke’s
Physiology of Domestic Animal. Cornell University Press. Ithaca and London
Swenson. 1997. Duke’s Physiology of Domestic
Animal. Comstock Publishing Co. Lnc Pert Conectial
Yuwanta, T. 2000. Dasar Ternak Unggas.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
No comments:
Post a Comment