PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Daging dan telur ayam merupakan
konsumsi sebagian masyarakat dari kalangan atas hingga kalangan bawah yang
produksinya menopang kebutuhan pangan masyarakat sehari-hari. Ayam ras pedaging
dan ras petelur yang biasa disebut ayam broiler dan layer adalah produsen dari
pangan yang kaya kandungan gizi tersebut. Ayam broiler dan layer pada asal
mulanya merupakan satu jenis ras ayam yang pada perkembangannya menghasilkan
dua ras ayam tersebut. Pengembangan-pengembangan terus dilakukan dari masa ke
masa untuk memaksimalkan produktivitas dari ayam agar kebutuhan masyarakat bisa
terpenuhi.
Keunggulan dari ayam ras petelur
adalah produksi telurnya yang tinggi melebihi ayam jenis lainnya. Manajemen
pemeliharaan yang baik diperlukan dalam peternakan ayam petelur demi
menghasilkan kualitas produk yang tinggi untuk menunjang keuntungan bagi
peternak. Karakteristik ayam harus dipahami betul untuk menciptakan sinergitas
dengan pengetahuan peternak agar nantinya tidak menimbulkan kerugian yang dapat
berdampak negatif pada kesehatan ternak maupun peternak.
Sistem digesti dan reproduksi unggas
adalah pengetahuan yang perlu dipelajari untuk mengenal karakteristik ayam.
Praktikum sistem digesti dan reproduksi unggas bertujuan untuk mengetahui data
vital unggas agar baik buruknya karakteristik unggas dapat dipahami. Hal tersebut dapat
menguntungkan karena semakin dini diketahui kelainan pada seekor ternak maka
penanggulangannya akan semakin mudah untuk diatasi. Praktikum
dilakukan dengan mengukur organ-organ sistem digesti dan reproduksi dan
perbandingan dengan kisaran normal pada umumnya. Selain itu, keadaan dan fungsi
organ-organ dalam juga dipelajari untuk mengukur kondisi kesehatan ternak
tersebut.
TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIKUM
Praktikum sistem digesti
dan reproduksi bertujuan untuk mengetahui sistem digesti dan reproduksi pada
ayam betina dan ayam jantan. Manfaat yang dapat diambil dari praktikum adalah
praktikan dapat mengetahui sistem digesti dan reproduksi pada ayam, sehingga dapat
mengerti cara memanajemen ternak ayam yang baik dan dapat menghasilkan produksi
yang diharapkan.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang
digunakan pada praktikum ini antara lain pisau scapel, timbangan Camry, pita ukur 1,5 m merk Butterfly, gunting,
stainless dan plastik bening.
Bahan.
Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah 2 ekor ayam layer berumur
72 minggu dengan berat 1662 gram dan ayam layer berumur 72 minggu dengan berat
1695 gram. Ayam yang digunakan telah disembelih tetapi belum dibedah.
Metode
Ayam yang telah dipotong
dibelah lalu dikeluarkan seluruh organ pencernaan dan reproduksinya (jangan
sampai putus) kemudian diletakkan di atas plastik bening dan diatur secara utuh
sebelum difoto. Organ yang telah tersusun diukur panjang perbagian, dipotong
dan dikeluarkan kotorannya lalu ditimbang. Hasil pengukuran masing-masing organ
dicatat di kertas kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Digesti
Hasil dari pengukuran
organ pencernaan ayam adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil
pengukuran organ pencernaan ayam
|
Parameter
|
Ayam A
|
Ayam B
|
||
|
Panjang (cm)
|
Berat (gram)
|
Panjang (cm)
|
Berat (gram)
|
|
|
Oesophagus
|
20
|
18
|
18
|
7
|
|
Crop
|
5
|
8
|
5
|
13
|
|
Proventrikulus
|
7
|
11
|
5
|
9
|
|
Gizzard
|
8
|
72
|
6
|
30
|
|
Usus halus :
|
|
|
|
|
|
Duodenum
|
24
|
21
|
36
|
13
|
|
Jejenum
|
68
|
25
|
61
|
36
|
|
Ileum
|
49
|
21
|
31
|
18
|
|
Coecum
|
17
|
10
|
12
|
9
|
|
Usus besar
|
7,5
|
4
|
18
|
12
|
|
Kloaka
|
3
|
17
|
2
|
5
|
Digesti merupakan proses
pemecahan partikel pakan yang
berukuran besar menjadi partikel yang lebih kecil yang terjadi di
dalam organ-organ pencernaan, yaitu agar dapat diserap dan digunakan oleh
jaringan-jaringan tubuh. Pencernaan dapat dibagi menjadi pencernaan mekanik, kimiawi dan mikrobiologi. Sistem digesti
pada ayam dimulai dari mulut, esophagus, crop,
proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum,
jejenum, ileum), coecum, usus
besar dan kloaka.

Gambar 1. Sistem
Digesti dan Reproduksi Ayam Betina
Mulut. Mulut unggas tidak
mempunyai bibir, pipi, dan gigi tetapi mempunyai paruh sebagai gantinya,
sehingga pakan yang telah berada di dalam mulut langsung ditelan masuk ke dalam
tembolok yang merupakan perbesaran dari oesophagus (Suprijatna
et al., 2005). Ayam tidak memiliki gigi, tetapi
memiliki lidah yang kaku untuk menelan makanan. Mulut menghasilkan saliva yang
mengandung amilase dan maltase saliva serta bikarbonat yang digunakan untuk
pemecahan bahan pakan dan untuk membasahi pakan agar mudah ditelan (Yuwanta,
2004).
Oesophagus. Oesophagus merupakan
saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami pemekaran apabila ada bolus yang
masuk. Oesophagus memanjang dari pharynx hingga proventrikulus melewati crop.
Organ ini menghasilkan mucosa yang
berfungsi membantu melicinkan pakan menuju tembolok (Yuwanta, 2004). Pakan yang
telah masuk di dalam mulut langsung ditelan melewati oesophagus.

Gambar 2. Oesophagus ayam
Berdasarkan
hasil praktikum diperoleh panjang oesophagus
untuk ayam A adalah 20 cm dan mempunyai berat 18 gram, sedangkan pada ayam B
mempunyai panjang 18 cm dan berat 7 gram. Menurut Suprijatna
et al. (2005), kisaran
normal panjang oesophagus adalah 20 hingga 25 cm dan beratnya antara 5 hingga 7,5 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka panjang oesophagus ayam A dalam kisaran normal
sedangkan panjang oesophagus ayam B
berada dibawah kisaran normal. Berat
oesophagus ayam A berada jauh diatas kisaran normal sedangkan berat oesophagus ayam B dalam kisaran normal. Hal
ini dipengaruhi oleh pemberian pakan yang berbeda, penyakit, umur dan jenis
unggas (Yuwanta, 2004).
Crop. Crop atau tembolok
merupakan pelebaran oesophagus yang
tidak terdapat pada non-ruminansia lain (Hartadi et al., 2008). Crop merupakan perbesaran dari oesophagus dan berfungsi sebagai kantong
penyimpanan makanan dan dihaluskan selama proventrikulus
beraktivitas. Crop dibantu oleh
kelenjar saliva dalam menjalankan fungsinya (Blakely dan Bade, 1998). Kapasitas
crop mampu menampung pakan hingga 250
gram. Crop mempunyai syaraf yang
berhubungan dengan pusat kenyang lapar yang terdapat di hipotalamus. (Yuwanta,
2004).

Gambar 3. Crop ayam
Berdasarkan
hasil yang diperoleh dari praktikum, ayam A memiliki crop dengan panjang 5 cm dan berat 8 gram, sedangkan ayam B
mempunyai crop dengan panjang 5 cm
dan berat 13 gram. Menurut Yuwanta (2000), kisaran normal panjang tembolok
adalah antara 7 sampai 10 cm. Menurut Neill (1991), berat crop berkisar antara 8 gram sampai 12 gram. Berdasarkan
perbandingan dengan literatur, maka panjang tembolok ayam A dan B berada dibawah
kisaran normal. Berat crop ayam A
berada dalam kisaran normal sedangkan berat crop
ayam B berada sedikit diatas kisaran normal. Hal ini dipengaruhi oleh
perbedaan pakan yang diberikan pada ayam, penyakit, umur, dan jenis unggas
(Yuwanta, 2004).
Proventrikulus. Proventrikulus adalah suatu
peleburan dari kerongkongan sebelum berhubungan dengan gizzard (empedal). Biasanya disebut glandula stomach atau true stomach, tempat gastric juice diproduksi.
Enzim pepsin untuk membantu pencernaan protein dan hydrochloric acid
disekresi oleh glandular cell. Pakan lewat terlalu cepat melalui proventrikulus sehingga tidak ada pencernaan
material pakan disini, tetapi sekresi enzim mengalir ke dalam gizzard sehingga penyerapan dapat
terjadi (Muljowati, 1999). Proventrikulus
merupakan perut kelenjar atau succenturiate
ventricle yang mengekskresikan
pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak (Yuwanta, 2008).

Gambar 4. Proventrikulus ayam
Hasil yang diperoleh dari praktikum untuk berat proventrikulus ayam A dan ayam B adalah 11 gram dan 9 gram serta panjang proventrikulus ayam A dan B adalah 7 cm dan 5 cm. Proventrikulus
memiliki pH 4 yang berarti bersifat asam dan memiliki dinding halus, panjangnya
adalah 7 cm dengan berat 6 gram (Frandson, 1996). Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka berat proventrikulus ayam A dan B semuanya
berada diatas kisaran normal. Panjang proventrikulus
ayam A dalam keadaan normal sedangkan panjang proventrikulus ayam B berada dibawah kisaran normal. Menurut Yuwanta (2000), faktor yang mempengaruhi
panjang proventrikulus adalah umur dan jenis
unggas.
Gizzard. Empedal atau gizzard
disebut juga perut muskular yang merupakan perpanjangan proventrikulus. Gizzard berfungsi melumatkan
makanan dengan batuan kecil atau grit
dan mencampurnya dengan air menjadi pasta yang disebut chymne. Coilin disekresikan
pada empedal untuk melindungi permukaan empedal dari kerusakan yang mungkin
disebabkan pakan atau zat lain yang tertelan (Yuwanta, 2004). Gizzard memiliki otot yang kuat dan
permukaan yang tebal, berfungsi sebagai pemecah makanan menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil (Fadilah et al., 2007).

Gambar 5. Gizzard ayam
Berdasarkan
hasil praktikum gizzard ayam A
memiliki panjang 8 cm dan berat 72 gram serta gizzard ayam B memiliki panjang 6 cm dan berat 30 gram. Kisaran
panjang normal gizzard adalah 5
sampai 7,5 cm dengan berat 25 sampai 30 gram (Yuwanta, 2004). Berdasarkan
perbandingan dengan literatur, maka panjang gizzard
ayam A sedikit diatas kisaran normal sedangkan panjang gizzard ayam B dalam kisaran normal. Berat gizzard ayam A jauh diatas kisaran normal sedangkan berat gizzard ayam B masih dalam kisaran normal.
Ukuran dan kekuatan empedal dipengaruhi oleh kebiasaan makan dari unggas
(Yuwanta, 2004).
Usus halus.
Usus
halus (small intestine) dinamakan
juga intestinum tenue yang panjangnya
mencapai 120 cm dan terbagi dalam 3 bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum (Yuwanta, 2004). Duodenum menyekresikan enzim sedangkan jejenum dan ileum menyerap sari-sari makanan. Dinding usus halus dilapisi oleh
vili-vili (Yuwanta, 2000). Waktu yang dibutuhkan makanan untuk dicerna hingga
usus halus adalah 4 jam. Menurut Banong dan Hakim (2011), selama 4 jam
pemuasaan ayam maka akan didapatkan ayam dengan kondisi crop, proventrikulus dan gizzard yang kosong, namun dengan usus
halus yang masih penuh sedangkan selama 2 jam pemuasaan akan diperoleh crop dengan makanan yang masih memenuhi
bercampur dengan air minum.
Duodenum. Duodenum berfungsi untuk
mensekresikan enzim enteropeptidase, sekretin dan pancreosimin (Swenson, 1997).
Ductus pancreaticus pada duodenum berguna dalam
pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein. Penyerapan sari-sari makanan
terjadi dan hasilnya akan dibawa ke dalam darah (Suprijatna et al., 2005).

Gambar 6. Duodenum ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang dan berat duodenum ayam A sebesar 24 cm dan 21 gram serta panjang dan berat duodenum ayam B sebesar 36 cm dan 13
gram. Menurut Yuwanta (2004), panjang duodenum
mencapai 24 cm. Menurut Djunaidi et
al. (2009), berat duodenum berkisar
antara 10,72 hingga 15,2 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka
panjang duodenum ayam A dalam keadaan
normal sedangkan panjang duodenum ayam
B berada diatas kisaran normal. Berat duodenum
ayam A dan B berada jauh diatas kisaran normal. Menurut Sarwono (1997),
perbedaan ini dipengaruhi oleh bangsa, pakan yang diberikan, dan kondisi
lingkungan pada saat pemeliharaan. Semakin tua umur ayam, saluran digesti
mengalami perubahan sesuai dengan proporsi pakannya dan kondisi lingkungannya. Menurut
Yuwanta (2004), panjang dan berat usus halus dipengaruhi oleh umur, jenis,
pakan dan bangsa.
Jejenum
dan Ileum. Jejenum dan ileum merupakan kelanjutan duodenum yang fungsinya sama seperti duodenum. Proses pencernaan dan
penyerapan zat makanan yang belum diselesaikan pada duodenum dilanjutkan hingga tersisa bahan yang tidak dapat dicerna
(Yuwanta, 2004). Jejenum merupakan
bagian terpanjang dari usus halus. Pembatas antara jejenum dan ileum
ditandai dengan sebuah tonjolan daging kecil yang disebut micell diverticum.

Gambar 7. Jejenum ayam Gambar 8. Ileum ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, maka diperoleh panjang jejenum dan ileum ayam A
masing-masing 68 cm dan 49 cm serta beratnya masing-masing 25 gram dan 21 gram.
Panjang jejenum dan ileum ayam B masing-masing 61 cm dan 31
cm serta beratnya masing-masing 36 gram dan 18 gram. Menurut Crompton (1999), jejenum memiliki panjang 50 sampai 80 cm
dan panjang ileum sekitar 45 sampai
70 cm. Menurut Djunaidi et al. (2009),
berat jejenum ayam berkisar antara
26,4 gram hingga 31,2 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka
panjang jejenum ayam A dan B berada
dalam kisaran normal. Panjang ileum ayam
A dalam kisaran normal sedangkan panjang ileum
ayam B berada dibawah kisaran normal. Berat jejenum ayam A dan B berada diatas kisaran normal. Berat ileum ayam A berada dibawah kisaran
normal sedangkan berat ileum ayam B
diatas kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004), panjang dan berat usus halus
dipengaruhi oleh umur, jenis, pakan dan bangsa.
Coecum. Coecum terdiri atas dua
coeca atau saluran buntu yang
berukuran panjang 20 cm. Fungsi coecum
yaitu sebagai tempat terjadinya pencernaan mikrobiologik, karena pencernaan
serat kasar dilakukan oleh bakteri pencernaan serat kasar (Yuwanta, 2004).

Gambar 9. Coecum ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang coecum
ayam A dan ayam B adalah 17 cm dan 12 cm, serta beratnya masing-masing 10 gram
dan 9 gram. Menurut
Suprijatna et al. (2005), panjang coecum sekitar 20 cm dengan
berat normal antara 6 sampai 8 gram.
Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa panjang
coecum ayam A dan B semuanya berada dibawah kisaran normal sedangkan
berat coecum ayam A dan B semuanya diatas kisaran normal. Menurut
Yuwanta (2004), hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan individu serta pakan
yang dikonsumsi. Semakin tinggi kandungan serat kasar pada pakan, maka coeca
akan semakin berkembang karena coeca berfungsi untuk mencerna serat
kasar.
Usus besar. Usus besar (rektum) dinamakan juga intestinum crassum. Terjadi
perombakan parikel pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme menjadi feses
pada bagian ini. Bagian ini juga sebagai muara ureter dari ginjal untuk
membuang urin yang bercampur dengan feses sehingga feses unggas dinamakan
ekskreta (Yuwanta, 2008). Usus besar berfungsi sebagai penambah kandungan air
dalam sel tubuh dan memberikan keseimbangan air dalam tubuh ayam (Fadilah et al.,
2007). Feses dan urin sebelum dkeluarkan mengalami penyerapan air sekitar 72%
sampai 75%. (Yuwanta, 2004).

Gambar 10. Usus
besar ayam
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, diperoleh panjang usus besar ayam A dan ayam B
masing-masing adalah 7,5 cm dan 18 cm, serta beratnya masing-masing 4 gram dan 12
gram. Panjang usus besar pada ayam kisaran normalnya adalah 10 cm (Fadilah et al., 2007). Berat usus besar
adalah 4 sampai 6 gram (Suprijatna et al., 2005). Berdasarkan
perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa panjang usus besar
ayam A berada dibawah ukuran normal dan panjang usus besar ayam B berada diatas
ukuran normal. Berat usus besar ayam A dalam kisaran normal sedangkan berat
usus besar ayam B diatas kisaran normal. Panjang usus besar ayam mengalami perbedaan yang
disebabkan oleh bangsa, pakan dan kondisi lingkungan (Sarwono, 1997).
Kloaka. Kloaka merupakan tempat
keluarnya ekskreta karena urodeum dan
cuprodeum terletak berhimpitan (Yuwanta,
2004). Kloaka merupakan pertemuan atau muara bagi
saluran pengeluaran sistem pencernaan, urinari dan genital (Akoso, 1998).

Gambar 11. Kloaka ayam
Berdasarkan
hasil yang diperoleh dari praktikum, panjang kloaka ayam A dan B masing-masing 3 cm dan 2 cm sedangkan berat kloaka ayam A dan ayam B masing-masing
adalah 17 gram dan 5 gram. Menurut Suprijatna et al. (2005), kloaka
mempunyai panjang normal antara 1,3 cm sampai 3 cm dan berat normal antara 6
sampai 8 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka diperoleh
panjang kloaka ayam A dan B masih
dalam kisaran normal sedangkan berat kloaka
ayam A berada diatas kisaran normal dan berat kloaka ayam B berada dibawah kisaran normal. Perbedaan ini
disebabkan oleh bangsa, pakan dan kondisi lingkungan (Sarwono, 1997).
Organ Tambahan
Selain
organ-organ yang ada dalam sistem pencernaan juga terdapat adanya organ-organ
tambahan. Organ tambahan ini umumnya berfungsi memberi getah pencernaan.
Organ-organ tambahan tersebut antara lain hati, limpa dan pankreas (Yuwanta,
2000). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh data
pengukuran organ tambahan ayam sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil
pengukuran organ tambahan
|
Parameter
|
Ayam A
|
Ayam B
|
||
|
Panjang (cm)
|
Berat (gram)
|
Panjang (cm)
|
Berat (gram)
|
|
|
Hati
|
8
|
30
|
7
|
29
|
|
Pankreas
|
9
|
5
|
12
|
3
|
|
Limfa
|
2
|
1
|
1,24
|
2
|
Hati. Hati dalam proses pencernaan berfungsi untuk
mensekresikan getah empedu yang dibawa ke dalam empedu. Fungsi dari getah
empedu ini untuk menetralkan asam lambung (HCl), membentuk sabun terlarut
dengan lemak bebas. Kedua fungsi tersebut membantu dalam absorpsi dan
translokasi asam lemak (Yuwanta, 2000). Hati tersusun atas dua lobi besar.
Fungsi utamanya dalam pencernaan dan absorpsi adalah produksi empedu. Empedu
penting dalam proses penyerapan lemak, pakan dan ekskresi limbah produk seperti
kolesterol (Suprijatna et al., 2005).
Hati mengeluarkan empedu yang berfungsi mengemulsikan lemak (Blakely dan Bade,
1998).

Gambar 12. Hati
ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang hati ayam A dan B sebesar 8 cm dan
7 cm sedangkan beratnya masing-masing 30 gram dan 29 gram. Menurut
Yuwanta (2004), hati beratnya sebesar 3% bobot badan. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka
disimpulkan bahwa berat hati ayam A sekitar 1,8% (30 gram/1662 gram x 100%)
sedangkan berat hati ayam B sekitar 1,7% (29 gram/1695 gram x 100%).
Berdasarkan perbandingan dengan literatur maka disimpulkan bahwa berat hati
ayam A dan B dibawah ukuran normal. Perbedaan ukuran tersebut disebabkan oleh perbedaan umur
ayam dan ukuran tubuh ayam (Yuwanta, 2004).
Pankreas. Pankreas terletak diantara lipatan duodenum. Fungsi pankreas yaitu mensekresikan anzim amilase,
tripsin dan lipase yang dibawa ke dalam duodenum
untuk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Blakely dan Bade, 1998).
Pankreas terletak diantara duodenal loup
pada usus halus. Pankreas merupakan suatu kelenjar yang berfungsi sebagai
kelenjar endokrin dan eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas
mensekresikan hormon insulin dan glukago, sebagai kelenjar eksokrin pankreas
mensekresikan enzim atau pancreatic juice. Enzim yang disekresikan antara
lain lipase, tripsinogen dan amilase (Suprijatna et al., 2005).

Gambar 13.
Pankreas ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan maka diketahui panjang pankreas ayam A dan B sebesar 9
cm dan 12 cm sedangkan beratnya masing-masing 5 gram dan 3 gram. Menurut
Noferdiman (2012), berat pankreas normal antara berat 2 sampai 4 gram.
Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan bahwa berat
pankreas ayam A berada sedikit diatas kisaran normal sedangkan berat pankreas
ayam B berada dalam kisaran normal. Menurut Yuwanta (2008), perbedaan ukuran
organ pencernaan pada ayam tergantung pada umur dan jenis ayam.
Limfa. Limfa berada di sebelah kiri dan kanan duodenum, sedikit di atas empedu dan
berwarna kemerah-merahan. Bentuk limfa yaitu bulat dan tersusun oleh lapisan
jaringan yang keputihan. Fungsi dari limfa adalah untuk pembentukkan sel darah
merah dan sel darah putih (Yuwanta, 2000).

Gambar 14. Limfa
ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang limfa ayam A dan B masing-masing 2
cm dan 1,24 cm sedangkan beratnya masing-masing 1 gram dan 2 gram. Menurut Putnam
(1991), persentase bobot limfa ayam berkisar antara 0,18 hingga 0,23% dari
bobot hidup. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan
bahwa berat limfa ayam A hanya 0,06% dari berat badan (1 gram/1662 gram x 100%)
sedangkan ayam B hanya 0,12% dari berat badan (2 gram/1695 gram x 100%). Berdasarkan
perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa berat limfa ayam A
dan B berada dibawah ukuran normal. Menurut Yuwanta (2008), perbedaan ukuran
organ pencernaan pada ayam tergantung pada umur dan jenis ayam.
Sistem Reproduksi
Ayam Betina
Sistem reproduksi ayam betina
terdiri dari ovarium, oviduk (infundibulum, magnum, isthmus), uterus, vagina dan kloaka. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh data pengukuran sistem reproduksi ayam
betina sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil
pengukuran organ reproduksi ayam betina
|
Parameter
|
Ayam A
|
Ayam B
|
||
|
Panjang (cm)
|
Berat (gram)
|
Panjang (cm)
|
Berat (gram)
|
|
|
Ovarium + ovum
|
9,5
|
20
|
8
|
34
|
|
Infundibulum
|
13
|
2
|
11
|
1
|
|
Magnum
|
40
|
38
|
35
|
40
|
|
Isthmus
|
14
|
7
|
18
|
16
|
|
Uterus
|
6
|
19
|
7,5
|
22
|
|
Vagina
|
3
|
5
|
3
|
12
|
Ovarium. Ovarium pada unggas
dinamakan juga folikel. Bentuk ovarium
sperti buah anggur dan terletak pada rongga perut berdekatan dengan ginjal kiri
dan bergantung pada ligamentum mesovarium
(Yuwanta, 2008). Ovarium adalah
tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis, dan perkembangan serta
pemasakan kuning telur (folikel). Pada umumnya hanya ovarium kiri yang
berkembang, sedangkan bagian kanan mengalami rudimenter (Yuwanta, 2004). Ovarium
dikontrol oleh hormon gonadotropin
yang terdiri dari luteinizing hormone (LH) dan folikel
stimulating hormone (FSH) yang dihasilkan oleh pituaria (hipofisis) anterior. Ovarium
menghasilkan beberapa hormon yaitu estrogen
yang fungsinya untuk mempengaruhi pigmentasi bulu spesifik bagi ayam betina dan
mempengaruhi perkembangan oviduct untuk persiapan bertelur, progesteron fungsinya bersama androgen mengatur perkembangan
oviduct untuk sekresi albumen dari magnum dan aktif
menstimulasi hipotalamus untuk mengaktifkan faktor releasing hormon agar
memacu sekresi LH dari pituaria anterior. Apabila ovum sudah masak maka stigma akan robek sehingga terjadi
ovulasi. Robeknya stigma dipengaruhi oleh hormon LH (Yuwanta, 2000). Menurut
Nasution dan Adrizal (2009), kuning telur dipengaruhi oleh kadar xantophylnya. Xantophyl mempengaruhi kualitas kepekatan warna kuning telur yang
dihasilkan, dan merupakan pengaruh tidak langsung dari pemberian level protein
dan energi ransum yang diberikan.

Gambar 15.
Folikel ovarium ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, ovarium
ayam layer A mempunyai berat 34 gram, sedangkan ovarium ayam B mempunyai berat 16 gram. Panjang ovarium ayam A sebesar 9,5 cm dan ayam B
sebesar 8 cm. Menurut Yuwanta (2004), besar ovarium pada saat ayam
menetas 0,39 cm, kemudian mencapai panjang 1,5 cm pada ayam betina umur 12
minggu dan mempunyai berat 60 gram pada 3 minggu sebelum dewasa kelamin. Menurut Suprijatna et al.
(2005), berat normal ovarium adalah 36 sampai 38 gram. Berdasarkan
perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa panjang ovarium ayam A dan B berada diatas
ukuran normal. Berat ovarium ayam A
mendekati kisaran normal sedangkan berat ovarium
ayam B berada jauh dibawah kisaran normal. Apabila terjadi perbedaan mungkin
disebabkan faktor usia ayam, faktor genetik ayam, serta perawatan ayam tersebut
(Yuwanta. 2004).
Infundibulum. Infundibulum merupakan bagian
dari oviduct. Infundibulum
berfungsi untuk menangkap ovum yang
masak. Infundibulum sangat tipis dan
mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membran vitelina. Sarang spermatozoa pada perbatasan infundibulum
dan magnum merupakan terminal akhir dari lalu lintas spermatozoa sebelum terjadi pembuahan
(Yuwanta, 2004). Infundibulum
berfungsi untuk menangkap ovum yang diovulasikan dan merupakan tempat
terjadinya fertilisasi. Kuning telur berada di bagian ini selama 15-30 menit
(Yuwanta, 2008).

Gambar 16. Infundibulum ayam
Berdasarkan
hasil praktikum, diketahui panjang infundibulum
ayam A dan B adalah 13 cm dan 11 cm. Berat infundibulum
ayam A dan ayam B adalah 2 gram dan 1 gram. Menurut Suprijatna et al. (2005), panjang normal infundibulum adalah 6 cm. Menurut Horhoruw (2012), berat infundibulum ayam layer adalah 2,54
gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa
panjang infundibulum ayam A dan B
sama-sama berada diatas ukuran normal. Berat infundibulum ayam A mendekati ukuran normal sedangkan ayam B berada
dibawah kisaran normal. Menurut Suprijatna dan Dulatip (2005), panjang dan
berat oviduct dipengaruhi oleh
pemberian kadar protein dalam pakan selama periode pertumbuhan umur 12-20 minggu.
Magnum. Magnum merupakan bagian
terpanjang apabila dibandingkan dengan bagian yang lain. Di dalam mukosa magnum terdapat sel
goblet yang berfungsi dalam mensekrasikan putih telur kental dan cair (Yuwanta,
2004). Diperlukan waktu sekitar 3 jam bagi telur yang sedang berkembang untuk
melalui magnum. Albumin pada sebutir
telur terdiri dari 4 lapisan. Masing-masing adalah chalazae (27.0 %), putih kental (57.0 %), putih telur encer (17.3%)
dan putih telur encer bagian luar 23.0%). Keempat lapisan tersebut diproduksi
pada magnum, tetapi putih telur encer
luar (outer thin white) tidak lengkap
sampai air ditambahkan di uterus
(Suprijatna et al., 2005).

Gambar 17. Magnum ayam
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, diperoleh panjang magnum pada ayam A 40
cm dan berat 38 gram, sedangkan pada ayam B panjang magnum 35 cm dan berat 40 gram. Menurut Yuwanta (2004), panjang magnum adalah 33 cm. Menurut Horhoruw
(2012), berat magnum ayam layer
adalah 26,42 gram. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan
bahwa panjang magnum ayam A dan B
semuanya berada diatas ukuran normal. Berat magnum
ayam A dan B berada diatas kisaran normal. Menurut Suprijatna dan Dulatip
(2005), panjang dan berat oviduct
dipengaruhi oleh pemberian kadar protein dalam pakan selama periode pertumbuhan
umur 12-20 minggu.
Isthmus. Isthmus merupakan bagian pembentuk kerabang tipis (membran shell), panjang 6 sampai 10 cm
berfungsi untuk membentuk telur dengan pembungkus kerabang tipis (Sidadolog,
2001). Isthmus mensekresikan
membran atau selaput telur. Isthmus bagian depan yang berdekatan dengan magnum berwarna putih, sedangkan 4 cm terakhir dari isthmus mengandung banyak pembuluh darah
sehingga memberikan warna merah (Yuwanta, 2004). Menurut Nasution dan Adzrizal
(2009), indeks telur dipengaruhi oleh lebar tidaknya diameter isthmus. Apabila diameter lebar maka
bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat. Apabila diameter isthmus sempit maka bentuk telur yang
dihasilkan cenderung lonjong. Jadi, isthmus
juga mempengaruhi bentuk telur.

Gambar 18. Isthmus ayam
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh panjang isthmus
ayam A adalah 14 cm dengan berat 7 gram dan ayam B sepanjang 18 cm dengan berat
16 gram. Ukuran isthmus ayam
bervariasi tergantung umur dan pakan. Menurut Yuwanta (2004), kisaran normal panjang isthmus antara 8 sampai 10 cm dan beratnya 5 gram. Berdasarkan
perbandingan dengan literatur, maka disimpulkan bahwa panjang isthmus ayam A dan B semuanya berada
diatas kisaran normal sedangkan berat isthmus
ayam A sedikit diatas ukuran normal dan berat isthmus ayam B jauh diatas kisaran normal. Menurut Suprijatna dan Dulatip
(2005), panjang dan berat oviduct
dipengaruhi oleh pemberian kadar protein dalam pakan selama periode pertumbuhan
umur 12-20 minggu. Menurut Yuwanta (1999), panjang isthmus dipengaruhi oleh hormon somatotropin
dan hormon tiroksin yang dihasilkan
oleh pituitary anterior.
Uterus. Uterus atau yang
disebut juga glandula kerabang telur. Dua fenomena yang terjadi yaitu hidratasi
putih telur kemudian terbentuk kerabang telur (Yuwanta, 2004). Penambahan
pigmen kerabang menjadi putih kecoklatan, kehijauan atau bintik hitam terjadi
di uterus (Sarwono, 1997). Telur yang
berkembang tinggal di uterus sekitar
18 sampai 20 jam, lebih lama daripada dibagian lain dari oviduct (Suprijatna et al.,
2005).

Gambar 19. Uterus ayam
Berdasarkan
hasil praktikum, panjang uterus pada
ayam A sebesar 6 cm dan beratnya 19 gram, sedangkan pada ayam B panjangnya 7,5
cm dan beratnya 22 gram. Menurut Yuwanta (2004), kisaran normal untuk panjang uterus
adalah 10 cm dengan berat 18 gram. Berdasarkan perbandingan dengan
literatur, disimpulkan bahwa panjang uterus
ayam A dan B berada dibawah kisaran normal. Berat uterus ayam A dan B sedikit berada diatas kisaran normal. Menurut
Yuwanta (1999), ukuran saluran reproduksi ditentukan oleh hormon reproduksi yang
terdiri dari hormon reproduksi yang terdiri dari hormon estrogen, hormon progesteron,
hormon androgen dihasilkan di ovarium.
Vagina. Pembentukan kutikula terjadi
di vagina. Telur melewati vagina
dengan cepat yaitu hanya 3 menit, kemudian telur dikeluarkan (oviposition) dan
30 menit setelah peneluran akan terjadi ovulasi.
Telur yang berada di dalam vagina dilapisi oleh mucus. Mucus ini
menyumbat pori kerabang, dengan demikian pencemaran bakteri dapat dihindari.
Panjang vagina dapat mencapai 10 cm
(Yuwanta, 2004). Secara normal, telur tinggal dalam vagina selama beberapa
menit, tetapi dalam keadaan tertentu dapat tinggal beberapa jam (Suprijatna et al., 2005).

Gambar 20. Vagina ayam
Berdasarkan praktikum
yang dilakukan, diperoleh panjang vagina
pada ayam A 3 cm dan berat 5 gram, sedangkan pada ayam B panjang 3 cm dan berat
12 gram. Menurut Yuwanta (2004), panjang vagina
mencapai 10 cm. Menurut Horhoruw (2012), berat vagina ayam layer adalah 4,28 gram. Berdasarkan perbandingan dengan
literatur, maka disimpulkan bahwa panjang vagina
ayam A dan B jauh dibawah ukuran normal. Berat vagina ayam A hanya sedikit diatas kisaran normal sedangkan berat vagina ayam B jauh diatas kisaran
normal. Menurut Yuwanta (1999), panjang vagina dipengaruhi oleh hormon oksitosin dari pituitary posterior yang
berfungsi untuk proses peneluran. Ukuran saluran reproduksi ditentukan oleh
hormon reproduksi yang terdiri dari hormon reproduksi yang terdiri dari hormon estrogen, hormon progesteron, hormon androgen
dihasilkan di ovarium.
Sistem Reproduksi Ayam Jantan
Sistem
reproduksi ayam jantan terdiri atas sepasang testis, sepasang saluran deferens, papila dan kloaka. Sistem reproduksi pada bangsa burung sangat simpel, terdiri
dari dua testis yang masing-masing testis memiliki saluran epididimis dan vas deferens yang
mengarahkan ke alat kopulasi.
Testis. Testis unggas jantan terletak di rongga badan dekat
tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum
mesorchium, berdekatan dengan aorta
dan vena cava, atau di belakang
paru-paru bagian depan dari ginjal. Meskipun dekat dengan rongga udara,
temperatur testis adalah selalu 41ºC
- 43ºC karena spermatogenesis akan
terjadi pada temperatur tersebut. Unggas jantan mempunyai dua buah testis yang berada di
dalam rongga perut bagian atas, terletak memanjang di punggung dekat dengan
ujung ginjal sebelah depan dan di bawahnya. Ayam tidak memiliki skortum
disebelah luar tubuh seperti pada jenis ternak lain. Testis berbentuk lonjong,
berwarna kuning pucat dan sering memiliki anyaman pembuluh darah merah di
permukaan (Yuwanta, 2004). Hormon testosteron
dihasilkan di testis ini. Menurut
Isnaeni et al. (2010), hormon testosteron berfungsi dalam proses spermatogenesis, perkembangan alat
reproduksi luar dan tanda-tanda kelamin sekunder. Hormon testosteron disintesis dari kolesterol dalam sel leydig dan kelenjar adrenal, yang
sintesisnya terjadi di dalam sel leydig
maupun di kelenjar adrenal.
Vas Deferens. Vas deferens adalah
suatu pembuluh yang merupakan kelanjutan dari tabung seminiferus. Setiap saluran deferens membuka
ke jonjot kecil yang secara bersama berfungsi sebagai alat penggerak. Organ ini terletak di
dinding atas kloaka dan bertugas memancarkan
sperma (Yuwanta, 2004).
Papilla. Alat kopulasi papilla telah mengalami rudimeter
dan terletak pada salah satu lipatan medio ventral dari kloaka. Papilla ini merupakan alat kelamin
primer bagi ayam jantan. Papilla pada saat terjadi
perkawinan hanya mampu menempel pada kloaka ayam betina. Papilla ini cukup panjang dan
berkelok-kelok pada
beberapa unggas yang lain seperti pada itik manila (entog), angsa (Yuwanta,
2004).
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa sistem digesti
ternak unggas terdiri atas mulut, oesophagus,
crop, proventikulus, gizzard, usus halus, coecum,
usus besar dan kloaka. Organ tambahan digesti terdiri
atas hati, limpa dan pankreas. Perbedaan aktivitas pencernaan, pemberian pakan,
dan umur ayam yang mungkin menyebabkan perbedaan antara ayam A dan ayam B. Alat
reproduksi unggas betina terdiri dari ovarium,
infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina. Alat reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis, vas deferens dan papila.
Ukuran
organ digesti ayam A yang dalam
ukuran normal antara lain oesophagus,
proventrikulus, duodenum, jejenum, ileum, usus besar, dan kloaka. Ukuran organ digesti ayam A yang tidak dalam kisaran normal
antara lain crop, gizzard, coecum, serta
organ tambahan hati, pankreas, dan limfa. Ukuran organ digesti ayam B yang dalam ukuran normal antara lain oesophagus, gizzard, jejenum, kloaka, dan
organ tambahan hati. Ukuran organ digesti ayam B yang tidak dalam kisaran
normal antara lain crop, proventrikulus,
duodenum, ileum, coecum, usus besar, serta organ tambahan hati dan limfa. Perbedaan
ukuran pada saluran pencernaan dapat disebabkan oleh umur, pemberian pakan, dan
lingkungan. Ukuran organ reproduksi ayam A dan B semuanya diluar kisaran
normal. Perbedaan ukuran pada saluran reproduksi betina juga disebabkan oleh
umur dan produksi telur.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas, Cetakan kedua. Kanisius.
Yogyakarta.
Banong, S., dan Hakim,
M.R. 2011. Pengaruh umur dan lama pemuasaan terhadap performans dan
karakteristik karkas ayam pedaging. Jurusan Produksi Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar
Blakely, J dan D. H.
Bade. 1998. Ilmu Peternakan. 5th
Edition. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Crompton, D.W. 1999. A study of the growth of the
alimentary tract of the young cockerel. Br. Poultry Science
Djunaidi, I.H., Yuwanta, T., Supadmo, dan Nurcahyanto, M.
2009. Performa dan bobot organ pencernaan ayam broiler yang diberi pakan limbah
udang hasil fermentasi Bacillus sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Fadillah, R., Agustin,
P., Syamsiful, A., dan Eko, P. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agro Media
Pustaka. Jakarta
Frandson R.D. 1996.
Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Hartadi, H.,
Kustantinah, Indarto, E., Dono, N.D., dan Zuprizal. 2008. Nutrisi Ternak Dasar.
Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UGM
Horhoruw, W.M. 2012.
Ukuran saluran reproduksi ayam petelur fase pullet
yang diberi pakan dengan campuran rumput laut. Jurnal Ilmu Ternak dan
Tanaman Agrinimal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.
Ambon
Isnaeni, W., Fitriyah, A., dan Setiati, N. 2010. Studi penggunaan
prekursor hormon steroid dalam pakan terhadap kualitas reproduksi burung puyuh
jantan (Coturnix coturnix japonica).
Jurnal Fakultas Peternakan UNW Mataram dan FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Mataram
Muljowati, S. 1999.
Dasar Ternak Unggas. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Nasution, S., dan Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level
protein-energi ransum yang berbeda terhadap kualitas telur ayam buras. Jurnal
Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang
Neill, A.C. 1991.
Biology 2nd Edition. The Benjamin Coming Publishing Company Inc. Pec
Wood City
Noferdiman. 2012. Efek
penggunaan Azzola michrophila fermentasi sebagai pengganti
bungkil kedelai dalam ransum terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler.
Jurnal penelitian Universitas Jambi. Seri Sains Vol.14. No.1. Jambi
Putnam, P.A. 1991.
Handbook of Animal Science. Academy Press. San Diego
Sarwono, B. 1997. Ragam Ayam Piaraan, Edisi I. Penebar
Swadaya. Jakarta
Sidadolog, J. H. P.
2001. Manajemen Ternak Unggas. Lab Ilmu Ternak Unggas. Jurusan Reproduksi
Ternak. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Suprijatna, E.,
Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta
Suprijatna, E. dan Dulatip, N. 2005. Pengaruh taraf
protein dalam ransum pada periode pertumbuhan terhadap performans ayam ras petelur
tipe medium saat awal peneluran. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis
Swenson, M.J. 1997.
Duke’s Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing Co. Lnc Pert
Conectial
Yuwanta, T. 1999. Dasar
Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Yuwanta, T. 2000. Beberapa Metode Praktis Penetasan Telur.
Fakultas Peternakan. Unversitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius.
Yogyakarta
Yuwanta,
T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta